Kampanye Bersih di Media Sosial
Kampanye Bersih di Media Sosial ()

Kampanye Bersih di Media Sosial

29 Oktober 2016 06:30
Pemilihan kepala daerah serentak 2017 memasuki fase kampanye mulai Jumat (28/10). Inilah dimulainya masa-masa krusial yang akan menjadi salah satu penentu berkualitas atau tidaknya festival demokrasi yang bakal digelar Februari 2017 mendatang.
 
Kontestasi dan kompetisi dalam setiap pemilu, tak terkecuali pilkada, biasanya akan menemui masa-masa paling hebat, paling ketat pada masa kampanye. Segala daya upaya dikerahkan pada saat kampanye demi menarik sebanyak-banyaknya minat rakyat. Inilah yang kemudian memunculkan kampanye dalam rupa dan cara yang beraneka.
 
Ada cara elok, ada cara tak elok. Ada yang taat aturan, tetapi banyak juga yang gemar melanggar. Ada kampanye bersih, tak sedikit pula yang melakukan kampanye hitam. Di era post-modern seperti sekarang ini, kerumitan kian bertambah karena kampanye tak lagi didominasi cara-cara konvensional. Kampanye pengerahan massa secara fisik sudah dianggap kuno dan sangat tidak efektif.
 
Di zaman ketika teknologi menjadi tuan dan manusia menjadi hamba seperti saat ini, mau tidak mau, kampanye dengan memanfaatkan media sosial menjadi pilihan yang paling masuk akal. Sebaran dan jangkauan media sosial yang lebih luas daripada media apa pun tentu akan menjadi kekuatan besar jika mampu dioptimalkan sebagai strategi kampanye. Namun, pada titik itulah masalah baru bakal muncul. Seperti lazimnya yang terjadi di negeri ini, penciptaan aturan selalu tertatih-tatih mengejar kecepatan laju perkembangan teknologi. Ketika teknologi sudah berlari empat langkah, regulasi¬nya masih jalan di tempat.
 
Begitu pula dalam hal kampanye pemilihan umum. Aturan pengawasan yang ada rupanya belum menyentuh area media sosial. Ketua Badan Pengawas Pemilu Muhammad bahkan mengaku pihaknya kesulitan mengawasi kampanye di media sosial karena memang tidak ada aturan baku yang mengatur kampanye di media tersebut.
 
Padahal, harus diakui, media sosial punya dua sisi yang amat bertolak belakang. Media sosial bisa menggugah kesadaran, memupuk solidaritas terutama ketika berkaitan dengan bencana, misalnya. Namun, media sosial pula yang kerap dimanfaatkan dengan semena-mena sebagai sumber penyebaran fitnah dan kebencian.
 
Dalam konteks kampanye, media sosial sebetulnya sangat efektif untuk menyampaikan program kerja, ide, dan gagasan setiap calon kepada masyarakat luas. Akan tetapi, kita juga mesti waspada karena di media sosiallah potensi kampanye-kampanye negatif, provokatif, dan tak memedulikan etika dan norma bakal membanjir.
 
Antisipasi terhadap potensi pelanggaran kampanye di media sosial mesti dilakukan dalam dua pendekatan. Yang pertama dari sisi negara, terlepas dari pro-kontra terhadap konten revisi Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang disahkan DPR, Kamis (27/10), peme¬rintah mesti mengoptimalkan regulasi itu untuk mencegah terjadinya perang yang tak sehat di media sosial.
 
Kapolda Metro Jaya Irjen Mochammad Iriawan menyatakan akan menindak tegas pelaku kampanye hitam di media sosial. Di lain sisi, kita ingin menggugah kesadaran masyarakat agar lebih dewasa memanfaatkan media sosial dalam menggali informasi tentang calon yang akan dipilih.
 
Dengan mau meluangkan waktu untuk mengayak informasi yang masuk, masyarakat mestinya bisa menghindarkan diri dari jeratan provokasi dunia maya sekaligus mematikannya. Tentu akan sangat elok bila pilkada yang sehat dimulai dengan kampanye-kampanye mencerdaskan di media sosial.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase pilkada serentak

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif