Hal ini membawa perspektif baru yang dibentuk oleh pertumbuhan di dunia yang mengutamakan digital dan tumbuh dewasa selama pandemi covid-19. Gen-Z menghargai fleksibilitas, keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, serta pekerjaan yang digerakkan oleh tujuan ketimbang norma-norma kantor yang kaku dan budaya kesibukan tradisional.
Ini terkadang dapat menimbulkan gesekan dengan nilai-nilai generasi yang lebih tua, yaitu kesetiaan pada perusahaan, kewajiban, dan kerja sama tim. Penting untuk memahami cara kerja Gen Z agar dapat membina hubungan lebih kuat, meningkatkan kolaborasi, dan membangun tempat kerja yang tumbuh subur di seluruh generasi.
Pakar multi-generasi dan pembicara utama Gen-Z, Lindsay Boccardo, membagikan tips dalam bekerja dengan Gen-Z dikutip dari laman forbes.com:
Tips bekerja dengan Gen z
1. Memahami motivasi seseorang bekerja
Jangan berasumsi semua orang memiliki motivasi yang sama dalam bekerja. “Motivasi seseorang sering kali terkait dengan tahap kehidupan dan perkembangan mereka. Seorang anggota tim yang memiliki anak kecil mungkin akan segera pulang pada pukul 17.00, bukan karena mereka ingin cepat-cepat pulang kerja, namun karena keluarga adalah prioritas utama mereka pada tahap ini dalam hidupnya,” kata Boccardo.Karyawan baru mungkin ingin sekali menjalin ikatan dengan rekan kerja. Sementara itu, karyawan yang sudah lama bekerja dan mendekati masa pensiun mungkin lebih fokus meninggalkan warisan yang langgeng ketimbang acara-acara tim yang santai.
Sebuah penelitian melaporkan individu pada tahap kehidupan berbeda akan mendapatkan manfaat dari akses ke berbagai jenis sumber daya di tempat kerja untuk mencapai kinerja yang optimal. Mengenali perbedaan-perbedaan penting ini dapat membantu mengelola dan berkomunikasi dengan lebih efektif.
Mulailah dengan bertanya kepada anggota tim tentang prioritas dan motivasi mereka saat ini. Boccardo merekomendasikan untuk menciptakan dialog terbuka yang mendorong inklusivitas dan memastikan tim merasa dilihat dan dipahami.
Merangkul perbedaan tahap kehidupan ini memungkinkan Anda membangun tempat kerja yang lebih dinamis dan suportif di mana setiap orang dapat memberikan kontribusi terbaiknya.
Baca juga: Gen Z Kerap Dianggap 'Biang' Masalah, Padahal Banyak Bos Tak Bisa Jadi Pemimpin Inklusif |
2. Dalami pengalaman masa kecil
Jangan meremehkan bagaimana pola asuh membentuk ekspektasi di tempat kerja. Bagi generasi Baby Boomers, disiplin sering kali berarti konsekuensi yang ketat dan terbuka di rumah, sekolah, atau gereja.Namun, Gen-Z tumbuh dengan metode pengasuhan modern yang menekankan empati dan pengertian, sehingga menciptakan ekspektasi berbeda terhadap figur otoritas. Sebuah penelitian pada tahun 2012 melaporkan 20 tahun lalu, hukuman fisik terhadap anak-anak secara umum diterima di seluruh dunia dan dianggap sebagai metode yang tepat untuk memunculkan kepatuhan perilaku.
Boccardo mengatakan bagi sebagian orang, atasan diharapkan menjadi mentor. Bagi yang lain, mereka mengharapkan atasan memiliki gaya kepemimpinan yang lebih tradisional dan otoriter.
“Apa yang dipandang orang sebagai 'perilaku kepemimpinan yang normal' sering kali hanya merupakan cerminan dari norma-norma generasi. Pola asuh anak telah berubah, begitu pula hubungan kita dengan mereka yang bertanggung jawab atas kita di tempat lain di luar rumah,” kata Boccardo.
Dia mengatakan dengan memahami perbedaan-perbedaan ini, bisa menyesuaikan pendekatan kepemimpinan agar beresonansi dengan lintas generasi. Membangun kepercayaan dan menciptakan tempat kerja yang terasa inklusif dan mendukung dimulai dengan mengenali bagaimana pengalaman awal membentuk ekspektasi.
3. Mendefinisikan ulang kepemimpinan untuk tenaga kerja masa kini
Kepemimpinan telah berkembang jauh dari gaya komando dan kontrol di masa lalu. Seabad yang lalu, para pemimpin sering kali mengandalkan rasa takut dan kepatuhan untuk berhasil dalam peran mereka.Namun saat ini, orang Amerika mencari kepemimpinan berbasis nilai dan pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional saat berinteraksi dengan karyawan mereka. Sebuah studi dari Harvard Business Review menemukan pemimpin yang melakukan perjalanan pemahaman dan pengembangan diri tidak hanya dapat mentransformasi kemampuan mereka sendiri, namun juga kemampuan perusahaan mereka.
“Meskipun evolusi ini mencerminkan kemajuan masyarakat menuju empati yang lebih besar, namun hal ini dapat terasa membingungkan bagi mereka yang tumbuh dengan model otoritas yang berbeda,” ujar Boccardo.
Kepemimpinan modern juga menuntut pemahaman lebih mendalam tentang apa yang memotivasi karyawan. Dia mengatakan di era di mana pekerjaan sampingan dan berbagai sumber pendapatan adalah hal yang umum, gaji saja tidak cukup untuk menginspirasi kesetiaan - hampir setengah dari generasi Milenial dan Gen-Z memiliki sumber pendapatan kedua, menurut sebuah jajak pendapat baru-baru ini.
Para pemimpin perlu menawarkan tujuan, bimbingan, dan koneksi yang berarti agar menonjol. Boccardo mengatakan beradaptasi dengan perubahan ini bukanlah sebuah pilihan - mengembangkan kecerdasan emosional dan keterampilan kepemimpinan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja modern saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id