Ilustrasi. Medcom.id
Ilustrasi. Medcom.id

Pakar Unair Bagikan 2 Cara Memulihkan Trauma Korban Pelecehan Seksual

Arga sumantri • 10 September 2021 14:20
Surabaya: Kasus pelecehan seksual seringkali menyisakan trauma tersendiri bagi korbannya. Salah satu jenis trauma yang seringkali menghinggapi para korban ialah post traumatic stress disorder.
 
Pakar Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Margaretha mengatakan, para korban tidak hanya menderita seksual dan psikologis saja, tetapi juga kerap mengalami ketidakadilan.
 
"Jadi cara memulihkan keluar dari situasi kekerasan seksual atau korban menjadi penyintas (victim to survivor) setidaknya membutuhkan dua pemulihan," ujar Margaretha mengutip siaran pers Unair, Jumat, 10 September 2021. 

Pertama, korban harus diberikan rasa keadilan, Menurut Margaretha, apabila korban telah mengalami kekerasan seksual lantas pelaku bebas malah 'si pelaku' ini bisa melecehkan orang lain. Hal ini dikarenakan pelaku memiliki kekuasaan sebagai senior.
 
"Terus semakin menderita lho victim itu," kata Konselor Unit Pelayanan Psikologi Universitas Airlangga (Unair) itu.
 
Baca: 4 Tips Mulus Seleksi Kompetensi PPPK Guru ala Dirjen GTK
 
Situasi membuat korban merasa tidak didengar, bahkan lebih jauh lagi, pengalaman korban tidak dipertimbangkan. Selain itu, korban akan merasa tidak dimanusiakan ketika tidak mendapatkan keadilan. 
 
Maka untuk mencapai proses keadilan, kata dia, hukum harus tetap berjalan. Hal ini juga sangat penting bagi perusahaan untuk menegakkan kembali nama baiknya. Secara khusus, ia menghubungkan hal ini dengan kasus dugaan pelecehan seksual yang dialami karyawan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
 
"Jadi KPI kalau mau dianggap mampu mengerjakan tugasnya. Dia (KPI) harus bisa menyelesaikan masalahnya dan pelaku harus mendapatkan sanksi yang sangat setimpal," tambahnya.
 
Margaretha mengatakan, korban juga harus bisa melampaui traumanya, baik trauma seksual ataupun trauma psikologis. Ia menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual perlu segera disahkan.
 
"Makanya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Bagi Perempuan belum jalan karena ada orang yang berpikir bahwa kalau kita bilang sex non consensual artinya memperbolehkan pelecehan seksual. Maka tak mengherankan kalau pemerkosaan belum bisa dikatakan sebagai sex non consensual," terangnya.
 
Baca: Memotivasi Anak Agar Cinta Matematika Lewat Lomba
 
Margaretha menambahkan pelecehan seksual bagian dari kekerasan seksual. Sebab, tindakan seksual dikenakan tanpa persetujuan dari si penerimanya.
 
"Jadi korban nggak setuju tubuhnya disentuh, ditowel bahkan dilirik pun. Kalau kita enggak setuju itu namanya pelecehan seksual bahkan ketika seseorang menjulurkan lidahnya dengan niatan menunjukkan minat seksualnya pada kita dan kita enggak setuju, itu namanya pelecehan seksual," jelas Margaretha.
 
Margaretha pun membagikan tips untuk menanggulangi trauma healing tersebut. Penanganan trauma korban pelecehan seksual harus dilakukan secara intensif. Korban harus diberi penjelasan yang tepat secara psikologis.
 
"Ini harus dilakukan proses yang cukup intensif secara psikologis dan upaya menerima kondisi yang telah terjadi sekaligus berupaya memahami betul bahwa peristiwa ini bisa terjadi pada siapapun dan ini bukan sesuatu yang harus ditutupi, bukan juga untuk dipergunjingkan, tapi untuk dipahami dan dicari jalan keluarnya," bebernya.
 
Hai Sobat Medcom, terima kasih sudah menjadikan Medcom.id sebagai referensi terbaikmu. Kami ingin lebih mengenali kebutuhanmu. Bantu kami mengisi angket ini yuk https://tinyurl.com/MedcomSurvey2021 dan dapatkan saldo Go-Pay/Ovo @Rp 50 ribu untuk 20 pemberi masukan paling berkesan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(AGA)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan