Ilustrasi. Medcom.id
Ilustrasi. Medcom.id

Efektivitas Vaksin Covid-19 Diragukan Lawan Omicron, Ini Penjelasan Pakar UNS

Arga sumantri • 28 Desember 2021 21:09
Surakarta: Sebanyak 46 kasus covid-19 varian Omicron di Indonesia terdeteksi hingga Senin, 27 Desember 2021. Hasil ini didapat usai Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan uji Whole Genome Sequencing (WGS) terhadap sampel yang diperiksa.
 
Pertambahan kasus Omicron di Indonesia menarik perhatian dari sejumlah pihak. Pasalnya, pertambahan kasus terjadi ketika angka vaksinasi kedua covid-19 sudah mencapai 110.620.807.
 
Kekhawatiran masyarakat terhadap Omicron juga mulai muncul, sebab beredar kabar bahwa vaksin covid-19 yang sudah disuntikkan ternyata tidak efektif melawan Omicron. Benarkah demikian?

Dokter Spesialis Patologi Klinik Rumah Sakit (RS) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Tonang Dwi Ardyanto, mengatakan, vaksin covid-19 yang digunakan saat ini baru berfokus pada gejala berat dan kematian. Apabila ingin mendapatkan vaksin covid-19 yang mampu mencegah infeksi di saluran pernapasan bagian atas, tentu waktu yang dibutuhkan akan lebih lama.
 
"Di negara yang menghadapi Omicron, misal Inggris, cakupan vaksinasinya sudah tinggi. Ketika Omicron menyebar secara angka lebih banyak dari kelompok yang sudah divaksin. Tapi, kalau secara proporsional atau persentase, lebih banyak dari kelompok yang belum divaksin," terang Tonang, Selasa, 28 Desember 2021.
 
Baca: Mahasiswa ITS Ajak Anak Berkreasi Lewat Kelas Kreatif Online
 
Berkaca dari meledaknya pertambahan kasus Omicron di Inggris, ia menjelaskan bahwa risiko orang yang sudah divaksinasi covid-19 untuk menjalani rawat inap ketika terjangkit Omicron hanya 31-45 persen. Sedangkan, bagi mereka yang belum disuntik vaksin Covid-19, risiko menjalani rawat inap di ruang isolasi ketika terjangkit Omicron meningkat menjadi 50-70 persen. 
 
Tonang menyampaikan, persentase rawat inap untuk orang yang sudah divaksinasi covid-19 ketika terjangkit Omicron, lebih rendah daripada Delta yang menyebar pada pertengahan tahun ini.
 
"Sedangkan, pada yang belum pernah terinfeksi dan belum divaksinasi Covid-19 risikonya sebesar 11 persen dibandingkan varian Delta. Ini artinya, 4-7 kali lebih tinggi daripada kelompok yang sudah divaksinasi Covid-19," bebernya.
 
 

Ia mengatakan, melihat cakupan vaksinasi covid-19 di Indonesia, persentase suntikan vaksin lengkap sudah mencapai 40,65 persen. Sekitar 17 persen masyarakat baru mendapat suntikan pertama, sedangkan sekitar 42,3 persen belum mendapatkan vaksin covid-19 sama sekali.
 
Dari persentase tersebut, Tonang mengkhawatirkan kelompok yang belum tervaksinasi covid-19 akan lebih mudah terjangkit Omicron. Yang perlu diingat, kelompok yang lebih cepat tertular adalah mereka yang tak disiplin protokol kesehatan. 
 
"Tidak pakai masker dan tidak rajin cuci tangan. Untuk mereka yang punya antibodi, virus akan lebih cepat bersih. Tapi, yang tidak punya baru bersih virusnya sekitar 14 hari sejak terinfeksi," ujar Tonang.
 
Baca: UU Tentang Kesehatan Jiwa Dinilai Memerlukan Aturan Turunan, Ini Sebabnya

Perlukah memakai booster?

Karena vaksin covid-19 yang sudah diproduksi masih belum mampu menghindarkan orang dari varian baru SARS-CoV-2, muncul wacana untuk menyuntikkan booster. Ia menyebut, makna booster berbeda dengan dosis ketiga. 
 
Booster merupakan vaksin tambahan untuk memastikan dua dosis vaksin covid-19 yang sudah disuntikkan telah membentuk imunitas. Sedangkan, dosis ketiga adalah vaksin yang wajib disuntikkan dan menjadi bagian utama vaksin Covid-19, layaknya dosis pertama dan kedua.
 
Tonang mengutarakan bahwa keharusan penyuntikkan booster perlu didalami dulu. Sebab, laporan ini masih berasal dari penelitian laboratorium.
 
"Istilahnya baru in vitro. Tidak salah, hanya harus pelan-pelan bila diterjemahkan di lapangan. Laporan itu dari negara-negara yang vaksinasinya sudah 70-80 persen tapi di Indonesia kan baru 40-an persen," ungkap Tonang.
 
 

Ia mengatakan, walau seseorang berisiko terjangkit Omicron, bukan berarti efektivitas vaksin covid-19 hilang. Tonang menampik anggapan ini dan menegaskan efektivitas vaksin covid-19 hanya menurun.
 
Daripada fokus membahas booster, Tonang justru meminta pemerintah segera menggencarkan suntikan dosis kedua vaksin Covid-19.
 
"Ini lebih penting, lebih bermakna, dan lebih kuat efeknya komunalnya menghadapi apa pun varian Covid-19 yang masih ada dan mungkin akan ada,” imbuhnya.
 
Baca: Peneliti UGM Kembangkan Alat Deteksi Dini Stunting

Kapan booster bisa disuntikkan?

Tonang menerangkan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Kemenkes sama-sama menyetujui penyuntikkan booster dilakukan saat 50 persen masyarakat sudah divaksinasi covid-19.
 
"Asumsi proporsi jumlah penyintas yang belum divaksinasi sekitar 20 persen, sebagian besar penyintas sudah divaksinasi, maka vaksinasi 50 persen itu ditambah 20 persen bisa mencapai sekitar 70 persen," jelasnya.
 
Dengan persentase ini, ia menyebut Kemenkes sudah bisa mempertimbangkan penyuntikkan booster. Dengan catatan, vaksinasi covid-19 primer harus tetap dilakukan dan booster disuntikkan untuk kelompok berisiko tinggi.
 
"Dengan kecepatan pemberian vaksin rata-rata dalam tujuh hari terakhir ini, maka kita bisa mencapai 50 persen itu dalam waktu sekitar 30-50 hari lagi," ujarnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan