Profesor dari Departemen Teknik Lingkungan ini menjelaskan penelitiannya berangkat dari adanya pencemaran lingkungan akibat pertambangan minyak ilegal di daerah Wonocolo, Bojonegoro. Akibat kegiatan penambangan tersebut, tanah di sekitar area pertambangan tercemar minyak mentah, senyawa petroleum hidrokarbon, serta senyawa Benzena, Toluena, Etilbenzena, dan Xilena (BTEX).
Dia menuturkan senyawa-senyawa tersebut merupakan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat setempat. “Oleh sebab itu, diperlukan teknologi remediasi untuk mengembalikan kondisi lahan seperti semula,” kata Bieby saat menyampaikan orasi ilmiah pengukuhan guru besar melalui siaran pers, Jumat, 12 Januari 2024.
Bieby memanfaatkan metode remediasi secara biologis yang dikombinasikan dengan metode fisik-kimia. Metode fisik-kimia memanfaatkan pengolahan soil washing yang berfungsi memisahkan tanah dengan minyak mentah dan petroleum hidrokarbon. Sementara itu, metode biologis berfungsi menurunkan konsentrasi bahan kimia, yakni BTEX, nitrogen, kadmium, dan merkuri.
Dia menjelaskan metode soil washing efektif untuk mengurangi kandungan minyak dalam tanah dari 4 persen hingga kurang dari 1 persen. Metode remediasi biologis dengan bakteri Bacillus cereus, Nitrosomonas communis, dan Pseudomonas aeruginosa memiliki tingkat menurunkan kadar bahan kimia 40 persen hingga 70 persen.
Pemilihan metode biologis dipilih karena lahan di Indonesia telah mengandung bakteri yang mampu memulihkan pencemaran secara alami. Bieby berharap penelitian dapat mempercepat proses pemulihan tersebut.
“Selain itu, metode biologis cenderung lebih murah dan tidak menghasilkan limbah kimiawi,” ujar dia.
Meskipun penelitian ini masih dalam skala laboratorium, Bieby mengungkapkan pemulihan lingkungan tercemar dengan metode biologis telah memiliki efisiensi yang tinggi. “Nantinya, penelitian ini akan diproduksi massal untuk diaplikasikan secara langsung di berbagai lahan yang tercemar,” beber dosen yang telah aktif mengajar sejak tahun 1997 ini.
Melalui penelitian tersebut, sulung dari tiga bersaudara ini ingin terus mengembangkan teknologi remediasi lingkungan dengan memanfaatkan bakteri untuk membantu memulihkan pencemaran akibat kegiatan pertambangan.
“Saya berharap dengan keterbaharuan ilmu ini mampu membantu meningkatkan kualitas lingkungan,” harap dia.
Baca juga: Guru Besar ITS Gagas Rekayasa Bioenergi untuk Wujudkan Transportasi Berkelanjutan |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News