Dosen Program Studi Sastra Sunda ini menuturkan, manusia merupakan makhluk individual sekaligus sosial. Demikian pula secara lebih universal berlaku bagi segala substansi kosmis di samping manusia.
Menurut dia, pada akhirnya sila kedua sampai kelima mengacu pada sila pertama, yakni sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sejalan pula dengan apa yang digambarkan dalam naskah Sanghyang Raga Dewata, bahwa segala sesuatu berpusat kepada Sanghyang Tunggal (Tuhan Yang Mahaesa).
Baca: Implementasi Pendidikan Berlandaskan Pancasila Belum Berjalan Baik
Sistem Pemerintahan Sunda
Implementasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat tecermin melaui sistem pemerintahan Sunda masa lalu. Sistem pemerintah Sunda dikenal dengan istilah Tri Tangtu di Buana dengan tiga struktur pemerintahan utama, yaitu prabu, rama, dan resi.Dijabarkan Elis, prabu bertindak selaku eksekutif (presiden) yang harus ngagurat batu atau teguh/kukuh, taat, dan patuh dalam menjalankan hukum. Rama, merupakan golongan yang dituakan sebagai wakil rakyat (legislatif) yang harus ngagurat lemah atau berwatak menentukan hal mesti dipijak. Sikap ini juga mesti tecermin pada keluarganya dan tokoh masyarakat.
Sementara resi sebagai penyelenggara hukum, agama, dan darigama negara (yudikatif/mahkamah agung). Golongan merupakan para cerdik, cendekia, ulama, pendidik, hingga orang-orang yang mampu mencerdaskan bangsa.
Sistem pemerintahan seperti ini masih dapat dijumpai di berbagai entitas masyarakat adat Sunda, seperti di masyarakat adat Kanekes. Sementara sistem 'Tri Tangtu di Bumi' masih berlaku di masyarakat adat Kampung Naga yang meliputi tata wilayah (wilayah), tata wayah (waktu), dan tata polah (tingkah laku), yang dipegang oleh Kuncén, Lebé, dan Punduh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News