Ketiga, Panca Byapara Kusika, yakni lima selubung alam. Yaitu Akasa, Bayu, Téja, Apah, Pratiwi, atau angkasa, angin, cahaya, air, dan tanah, yang semuanya harus bersatu.
Keempat, Panca Putra, yang terdiri atas Kusika, Garga, Mésti, Purusa, Patanjala, atau lima perwujudan manusia sebagai penjelmaan Pancakusika, berupa mata pencaharian hidup masyarakat Nusantara, yaitu petani, panyadap (pembuat gula), pemburu/prajurit, bangsawan, dan raja sebagai pengisi negara.
Kelima, Tri Tangtu di Bwana/Bumi, Jagat Palangka Di Sang Prabu, Jagat Darana Di Sang Rama, Jagat Kreta Di Sang Resi (Amanat Galunggung, Rekto III), yang merupakan tiga pilar berbangsa dan bernegara.
Elis memaparkan, teks yang berkaitan dengan lima sila Pancasila dalam naskah Sanghyang Siksakandang Karesian bagian IV, dijabarkan bahwa Kahyangan penghuni para dewa lokapala (pelindung dunia), disesuaikan dengan kedudukan mata angin dengan warna masing-masing yang disebut Sanghiyang Wuku Lima Di Bwana, Halimpu Ikang Désa Kabéh.
Baca:
Inovasi Jangan Jadi Ide yang Tidur
Dalam naskah tersebut dijelaskan lima kemakmuran seluruh negeri yang dijaga. Terdiri dari Isora yang bertempat di kahyangan sebelah wetan/timur (Purwa), putih warnanya; Daksina (kidul/selatan), tempat tinggal Hyang Brahma, merah warnanya; Pasima (kulon/barat), tempat tinggal Hyang Mahadewa, kuning warnanya; Utara (kalér/utara) tempat tinggal Hyang Wisnu, hitam warnanya; dan Madya (tengah), tempat Hyang Siwa, aneka macam warnanya.
Sementara, gambaran kosmologis dalam naskah Sanghyang Raga Dewata sejalan dengan gambaran kosmos filsafat Pancasila. Gambaran ini dapat ditemukan pada keempat sila yang bersangkutan, dengan dimensi horisontal yaitu mulai dari sila kedua sampai kelima.
"Manusia menempati keempat sila horisontal dalam sila Pancasila. Tetapi bersamanya diasumsikan adanya substansi-substansi infrahuman, yang psikis-sensitif, yang biotik, dan yang fisiokimis," jelas Elis.