3 in 1 Face Protector buatan ITB. Dok Humas ITB.
3 in 1 Face Protector buatan ITB. Dok Humas ITB.

3 in 1 Face Protector Buatan ITB, Berfungsi Sebagai Masker dan Face Shield

Arga sumantri • 01 April 2021 17:14
Bandung: Tim peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) menciptakan alat 3 in 1 Face Protector. Inovasi dibuat oleh Dr. Yuli Setyo Indartono dan tim dari Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) ITB.
 
Yuli mengatakan, 3 in 1 Face Protector merupakan alat yang memiliki tiga fungsi yang menggantikan tiga alat yaitu masker N-95, face shield, lalu google. Tiga fungsi tersebut digantikan dengan 1 alat yang diberi pasokan udara dengan blower. Namun, alat ini memiliki cakupan yang sangat luas dan tidak terbatas hanya pada penanganan covid-19 saja.
 
"Coba bayangkan orang yang kerja di pabrik penggergaji kayu. Banyak serbuk yang berterbangan. Orang di industri yang bekerja dengan banyak polutan debu, asap, dan lainnya juga bisa menggunakan alat ini," ujar Yuli mengutip laman ITB, Kamis, 1 April 2021.

Yuli mengatakan, filter alat tersebut dapat disesuaikan. Misalnya, menggunakan filter N-95 yang bisa memfilter dengan kemampuan virus dan bakteri hampir 95 persen untuk medis. Namun, alat ini tidak hanya terbatas untuk keperluan medis, tetapi bisa di industri dan jasa lain.
 
Baca: Kemenristek-Monash University Sepakat Jalin Kolaborasi Riset dan Administrasi
 
Ia menjelaskan, proses kerja alat ini adalah menyaring udara, masuk ke blower melewati filter N-95, baru disemburkan ke snorkling mask yang kedap dan menempel ke permukaan wajah. Hal ini menyebabkan tekanan di dalam positif. Tidak ada udara luar yang masuk lewat celah samping karena ada supply tekanan positif dari blower tersebut dan membuat 3 in 1 Face Protector aman digunakan.
 
Mulanya, kata dia, ide untuk menciptakan inovasi ini timbul ketika ia melihat snorkeling mask. Selain itu, Yuli merasa tenaga medis yang bekerja saat ini cukup kewalahan saat harus menggunakan tiga alat (masker, face shield, dan google) secara terpisah.
 
"Setelah saya menciptakan alat ini, saya baru tahu kalau produsen luar menciptakan alat serupa (PAPR) namun dengan harga yang cukup mahal,” ujarnya.
 
 

Setelah alat tersebut dibuat sebanyak 10 unit, kemudian diuji coba untuk dikirimkan ke beberapa fasilitas kesehatan seperti Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), RS Dustira, RS Cibabat, Klinik Swasta, Puskesmas untuk meminta masukkan. 
 
"Yang berkesan adalah puskesmas yang kami beri merasa senang karena tidak menyangka bisa mendapatkan alat tersebut. Mereka berpikir angggaran Rp25 juta sangat mahal untuk puskesmas dalam membeli alat PAPR," tambahnya.

Proses Produksi

Proses pembuatan 3 in 1 Face Protector dimulai sejak September 2020. Pada  November 2020, dua unit pengetesan dibuat untuk melakukan evaluasi pengembangan dengan berbagai parameter seperti arus masuk dan lainnya. LPIK ITB merupakan pihak yang memberi bantuan dalam penelitian tersebut.
 
Selanjutnya, penelitian tersebut diminta dilanjutkan hingga ke tahap komersialisasi. Hal ini ditandai dengan terciptanya 10 prototipe awal. Perbaikan dan masukan datang dari berbagai kalangan seperti dokter, tenaga medis, dan pihak industri. 
 
Targetnya, 3 in 1 Face Protector sudah mengantongi izin edar dan izin produksi tahun ini. Ia berharap ada industri yang mau kerja sama untuk memproduksi alat ini. Sebagai dosen, kata dia, berat kalau mengerjakan semuanya dari hulu sampai hilir. 
 
"Perlu ada jembatan dengan industri, di mana industri berperan dalam pengembangan lanjut. Jembatan ini merupakan lembaga seperti LPIK ITB," ujarnya.
 
Beberapa keunggulan dimiliki oleh 3 in 1 Face Protector adalah kenyamanan dan hemat energi. Selain itu, filter N-95 yang digunakan (industrial grade) mudah diganti dan tersedia di pasaran, sehingga tidak terjadi konflik stok masker N-95 dengan tenaga medis.
 
 

Berdasarkan pengalaman tahun lalu, masker N-95 susah didapatkan dan mahal. Oleh karena itu, untuk 3 in 1 Face Protector ini digunakan filter dengan industrial grade. Kemampuannya sama, tapi bentuknya saja yang beda.
 
Berbagai tantangan juga dialami dalam pembuatan alat ini. Misalnya, medical host (selang) sangat panjang, jadi flowrate ke masker berkurang. Usulan terhadap poin tersebut adalah dibuat blower di bagian atas (head mount), sedangkan power unit bisa di saku atau tempat lain. 
 
Tantangan lainnya, alat ini mulai dikembangkan ketika masih pandemi awal. Industri belum operasi penuh. Saat itu, komponen seperti medical grade host dan beberapa alat 3D printer sulit didapat. 
 
"Karena di masa awal pandemi seperti kita ketahui banyak industri yang menurunkan produksi. Saat ini insyaallah supply sudah lebih lancar," terangnya.
 
Baca: UNS Ciptakan Alat Pirolisis, Mampu Sulap Sampah Jadi Minyak
 
Yuli dan tim terus memperbaiki alat sesuai dengan kebutuhan tenaga kesehatan. Market research juga dilakukan untuk melihat kebutuhan dan daya beli pasar terhadap alat ini. Selain itu, pengurusan izin edar dan produksi juga terus dilakukan. Ia berharap akhir 2021, 3 in 1 Face Protector sudah diserahkan ke pihak industri untuk komersialisasi dengan bantuan dari Pusat Rekayasa Industri ITB.
 
"Alat ini masih terus dikembangkan dan diharapkan bisa segera dikomersialisasi dengan harga yang terjangkau untuk fasilitas kesehatan atau industri," terangnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan