Setelah alat tersebut dibuat sebanyak 10 unit, kemudian diuji coba untuk dikirimkan ke beberapa fasilitas kesehatan seperti Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), RS Dustira, RS Cibabat, Klinik Swasta, Puskesmas untuk meminta masukkan.
"Yang berkesan adalah puskesmas yang kami beri merasa senang karena tidak menyangka bisa mendapatkan alat tersebut. Mereka berpikir angggaran Rp25 juta sangat mahal untuk puskesmas dalam membeli alat PAPR," tambahnya.
Proses Produksi
Proses pembuatan 3 in 1 Face Protector dimulai sejak September 2020. Pada November 2020, dua unit pengetesan dibuat untuk melakukan evaluasi pengembangan dengan berbagai parameter seperti arus masuk dan lainnya. LPIK ITB merupakan pihak yang memberi bantuan dalam penelitian tersebut.Selanjutnya, penelitian tersebut diminta dilanjutkan hingga ke tahap komersialisasi. Hal ini ditandai dengan terciptanya 10 prototipe awal. Perbaikan dan masukan datang dari berbagai kalangan seperti dokter, tenaga medis, dan pihak industri.
Targetnya, 3 in 1 Face Protector sudah mengantongi izin edar dan izin produksi tahun ini. Ia berharap ada industri yang mau kerja sama untuk memproduksi alat ini. Sebagai dosen, kata dia, berat kalau mengerjakan semuanya dari hulu sampai hilir.
"Perlu ada jembatan dengan industri, di mana industri berperan dalam pengembangan lanjut. Jembatan ini merupakan lembaga seperti LPIK ITB," ujarnya.
Beberapa keunggulan dimiliki oleh 3 in 1 Face Protector adalah kenyamanan dan hemat energi. Selain itu, filter N-95 yang digunakan (industrial grade) mudah diganti dan tersedia di pasaran, sehingga tidak terjadi konflik stok masker N-95 dengan tenaga medis.