Peneliti Ahli Utama PRE BRIN, Robeth Viktoria Manurung, tengah mengembangkan biosensor berbasis elektrokimia dengan memanfaatkan komposit graphene/ZnO nanoparticles. Perangkat ini digunakan untuk mendeteksi kadar biomarker human SAA untuk treatment kanker paru maupun tingkat keparahan pasien penderita covid-19.
Robeth menjelaskan biosensor adalah perangkat analisis yang menggabungkan komponen hayati dengan pendeteksi fisikokimia untuk mendeteksi zat kimia tertentu. Sehingga menghasilkan luaran terukur.
Spesifikasi teknis dari biosensor yang sedang dikembangkan ialah menggunakan jenis sampel berupa serum darah atau saliva pasien menggunakan jenis transduser elektrokimia dengan rentang pengukuran antara 10 hingga 200 miligram per liter. Perangkat ini bersifat portabel dan terkoneksi dengan smartphone.
Robeth juga mengembangkan biosensor berbasis elektrokimia untuk deteksi virus dengue. Ini menggunakan logam transisi metal oksida berbahan nikel-kobalt.
"Harapannya, perangkat ini akan digunakan sebagai peralatan portabel yang mampu dihubungkan dengan smartphone," kata Robeth dikutip dari laman brin.go.id, Rabu, 10 April 2024.
Robeth dan tim juga telah menghasilkan prototipe sensor untuk deteksi kandungan unsur hara tanah maupun deteksi pencemaran lingkungan. “Hasil-hasil tersebut sudah dipublikasikan di jurnal global bereputasi menengah atau tinggi," tutur dia.
Kelebihan perangkat yang diciptakannya antara lain bersifat portabel, mudah dioperasikan, dan tidak memerlukan backup supply. Biosensor yang dikembangkan juga dapat terintegrasi dengan IoT dan machine learning.
Namun, perangkat yang dikembangkan masih memiliki kelemahan, yakni pada bahan baku yang bergantung impor. "Bahan baku untuk pembuatan biosensor sebagian besar merupakan produk impor. Hal ini berimbas kepada biaya produksi yang mahal," jelas Robeth.
Dia mengatakan perlu kolaborasi interdisipliner antara ilmuwan dan insinyur ataupun penggiat dari berbagai bidang, seperti biologi, kimia, ilmu material, dan elektronik. Robeth menekankan
inovasi dalam desain sensor, material, teknik pemrosesan sinyal, dan metode analisis data sangat penting untuk mengatasi tantangan ini dan memajukan bidang biosensor.
"Kolaborasi ini dapat dilakukan dengan pihak dalam maupun luar negeri," kata dia.
Tantangan lainnya, mencapai sensitivitas dan selektivitas tinggi dengan tetap menjaga stabilitas dan reproduktivitas. Sensitivitas, artinya memastikan biosensor dapat mendeteksi analit target konsentrasi rendah secara andal.
"Faktor-faktor seperti noise, interverensi dari senyawa lain, dan efisiensi transduksi sinyal dapat memengaruhi sensitvitas biosensor," papar Robeth.
Sedangkan, selektivitas penting bagi biosensor untuk dapat membedakan analit target dari molekul lain yang ada dalam sampel. “Mencapai selektivitas tinggi dapat menjadi tantangan, terutama dalam sampel biologis yang kompleks. Di mana, mungkin terdapat banyak zat yang mengganggu,” jelas dia.
Stabilitas, yakni menjaga stabilitas komponen biosensor dari waktu ke waktu. Hal ini penting untuk penggunaan jangka panjang dan hasil yang dapat diandalkan.
“Faktor-faktor seperti degradasi unsur biologis, hilangnya aktivitas enzim atau perubahan sifat fisik bahan sensor dapat memengaruhi stabilitas biosensor,” ujar dia.
Reproduktivitas adalah memastikan biosensor dapat memberikan hasil yang konsisten dan dapat direproduksi pada sampel (batch) berbeda. Ini sangat penting untuk penerapan praktis. Variabilitas dalam proses manufaktur, komponen sensor, atau kondisi lingkungan dapat memengaruhi reproduktivitas pengukuran biosensor.
Baca juga: Tim Peneliti Unpad Bikin Kit PCR Pendeteksi DNA Babi |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News