Yogyakarta: Aksi klithih kembali marak di Yogjakarta. Bahkan, sempat bertebaran tagar #SriSultanYogyaDaruratKlitih, #YogyaTidakAman, di media sosial Twitter pada akhir Desember 2021 lalu.
Tagar yang bermunculan ini mencerminkan keluhan atas berbagai kasus kejahatan jalanan atau klithih di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Dosen Sosiologi Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Wahyu Kustiningsih menuturkan, fenomena klithih tidak bisa lepas dari konteks sejarah. Berbicara klitihih pasti tidak lepas dari sejarah genk-genk anak SMA zaman dahulu di Yogjakarta.
"Secara histori pasti terkait, artinya bisa jadi klithih itu muncul lagi. Ini bisa dimaknai sebagai bagian dari kenakalan remaja, dan jangan heran di masa depan pasti akan muncul kembali," ujar Wahyu mengutip siaran pers UGM, Rabu, 5 Januari 2022.
Baca: Metode Sunat Klem, Tanpa Jahitan dan Perban
Wahyu Kustiningsih menyebut klithih merupakan label tindakan dan karena terjadi di Yogjakarta maka lebih khas dengan nama klitihih walaupun sebenarnya secara teori sebagai bagian dari kenakalan remaja. Makanya, untuk memberantas butuh upaya yang lebih.
Menurut dia, sekadar menangkap pelakunya dan kemudian selesai urusan tidaklah cukup. Karena permasalahan ini merupakan kenakalan remaja, maka ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan.
"Jika ini kenakalan remaja maka ini menyangkut soal exercise power. Jika ini dianggap sebagai kenakalan remaja maka salah satu tujuannya adalah untuk recognisi, anak muda itu kan khas dengan pencarian jati diri dan sebagainya," ucapnya.
Ada banyak penyebab munculnya klithih di Yogyakarta yang melibatkan anak-anak remaja. Salah satunya semakin terbatasnya ruang publik sebagai arena ekspresi.
FOLLOW US
Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan