Menurut Zullies, sejumlah klaim obat manjur tersebut banyak yang belum teruji secara klinis. Bahkan menurutnya, klaimnya sulit diterima dengan logika ilmiah.
“Selama pandemi covid-19 banyak bermunculan obat-obat alternatif yang diklaim bisa mengatasi virus ini. Namun, masyarakat perlu lebih cermat dan bijak dalam memilih produk-produk alternatif di pasaran,” tegas Zullies dikutip dari laman UGM, Jakarta, Kamis, 30 April 2020.
Sejumlah klaim juga tak jarang menyertakan bukti kesembuhan, yang berasal dari testimoni segelintir orang. Hal itu secara klinis juga belum cukup menguatkan bukti bahwa obat tersebut benar-benar manjur.
Baca juga: UB: Manfaat Telur Tingkatkan Imunitas untuk Cegah Covid-19
Apalagi penyakit covid-19 pada sebagian orang dengan kekebalan tubuh tinggi bahkan tidak memberikan gejala dan menjadi penyakit bisa sembuh sendiri. “Karena itu, masyarakat perlu lebih cermat dan bijak dalam memilih produk-produk alternatif yang beredar di pasaran," ujarnya.
Kemunculan sejumlah produk yang diklaim ampuh ini dipandang Zullies berawal dari keprihatinan belum adanya obat-obatan untuk covid-19 yang benar-benar direkomendasikan. Sementara di sisi lain, ada kebutuhan obat yang cukup besar untuk melawan virus ini.
Ia pun menyampaikan, inovasi-inovasi obat baru untuk covid-19 memang harus diapresiasi. Namun yang mesti menjadi catatan adalah harus tetap berada pada koridor ilmiah.
"Dapat ditelusuri dan dibuktikan secara ilmiah," tegasnya.
Zullies mengungkapkan, Indonesia sangat kaya akan tanaman obat yang berpotensi untuk mengatasi covid-19. Namun, pihak yang ingin mengembangkannya menjadi obat herbal tetap harus mengikuti aturan dan kaidah yang berlaku dalam pengembangan obat baru dari herbal.
Lebih lanjut ia menyampaikan, obat-obat herbal ada yang diolah oleh masyarakat untuk dikonsumsi sendiri seperti jamu. Ada juga yang diolah lebih modern, diformulasikan dengan bahan-bahan lain dan disajikan secara modern seperti dalam bentuk kapsul, kaplet atau sediaan lainnya untuk dipasarkan lebih luas.
Sebagian lagi dikemas menjadi Obat Herbal Terstandar dan diujikan secara preklinik pada hewan uji untuk dipastikan keamanan dan kemanjurannya. Jika lolos uji, obat-obat herbal ini bisa digunakan pada manusia.
“Jika sudah diujikan secara klinis pada manusia, dan terbukti kemanjuran serta keamanannya maka obat herbal dapat didaftarkan sebagai Fitofarmaka,” terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News