"Yang jelas begini, ketika dosen, tenaga kependidikan, atau mahsiswa mengunggah unggahan yang berisi ujaran kebencian itu sudah ada aturannya dari pemerintah, edaran menteri, dan aturan internal Unnes," kata Fathur kepada Medcom.id, Rabu, 7 Juli 2021.
Ia sekaligus mengimbau agar warga kampus Unnes tidak mengunggah apapun yang berbau hate speech. "Rektor sekalipun, kalau mengunggah ujaran kebencian atau hoaks akan mendapat sanksi," tegas Fathur.
Namun, kata Fathur, rencana pemberian sanksi itu pun dibatalkan. Pasalnya BEM KM Unnes telah menurunkan unggahan yang diunggah Selasa, 6 Juli 2021 kemarin. "Saya sudah bicara dengan Mas Wahyu BEM KM Unnes, saya minta agar diturunkan, dan BEM sudah menurunkan ternyata. Jadi sanksi dibatalkan," ujar Fathur.
Baca juga: Unnes Bebaskan Mahasiswa Berpendapat Asalkan Beretika
Rektor menegaskan, bahwa mahasiswa dipersilakan untuk bersikap kritis terhadap pemerintah. Namun kritikan tersebut harus disampaikan secara santun, beretika, dan menggunakan nurani.
"Unggahan tersebut dipandang mengandung isi penghinaan. Walau dalam satu sisi kritik, tapi masyarakat akademik kalau mengkritik itu disampaikan dengan santun. tidak ada unsur pelecehan," ujarnya.
Terlebih lagi kritikan terhadap presiden, haruslah disampaikan secara santun. Sebab Presiden merupakan simbol negara. "Kritik boleh asal jangan berbau penghinaan. Presiden harus dimuliakan. Meski dihina pun beliau terima, tapi kita dan negara tidak terima, negara harus kuat. Kritik harus santun, cerdas, berkarakter, berbudaya pancasila," tegasnya.
Pemberian Sanksi
Fathur pun menjelaskan perihal sanksi yang dapat dijatuhkan kampus kepada warga Unnes yang menyebarkan ujaran kebencian maupun hoaks. "Sanksi mulai dari teguran lisan, teguran tertulis, dan yang tertinggi itu sanksi dipulangkan kepada orang tuanya," terang Fathur.
Ia merasa lega, bahwa BEM KM Unes telah menurunkan unggahan yang sempat viral di media sosial tersebut. Menurut Fathur, pihak kampus memang dituntut untuk lebih bersabar menghadapi mahasiswanya di era pandemi covid-19 seperti sekarang ini.
Sebab mahasiswa selama 1,5 tahun belakangan ini menghabiskan waktu belajarnya di rumah melalu Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Sehingga tidak hanya esensi pembelajaran akademiknya saja yang tidak optimal, melainkan pembentukan karakter yang menjadi bagian tak terpisahkan dari pembelajaran juga tidak maksimal diberikan selama pandemi.
"Di masa pandemi harus sabar, yang dikedepankan sentuhan, kemanusiaan, kesadaran. Karakter memang bagaikan hilang saat pandemi, jadi harus betul-betul kita melakukan dengan cara touch, sabar," ungkapnya.
Ia juga mengimbau kepada seluruh masyarakat, warga Unnes utamanya, agar meningkatkan kemampuan berliterasi digital. "Saya mengimbau untuk belajar berliterasi digital, beretika digital, berbudaya media," serunya.
Sebelumnya, akun Instagram resmi Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (BEM KM Unnes) @bemkmunnes tengah viral di media sosial. Hal ini lantaran BEM KM Unnes mengunggah gambar Wakil Presiden Ma'ruf Amin dan menyebut sebagai 'The King of Silent'.
Baca juga: Giliran Ma'ruf Amin Dijuluki The King of Silent oleh BEM Unnes
Dalam unggahannya, BEM KM Unnes menyertakan beberapa gambar. Ada gambar Ma'ruf Amin dengan sebutan The King of Silent, Presiden Joko Widodo dengan sebutan The King of Lip Service, dan Ketua DPR Puan Maharani yang disebut The Queen of Ghosting.
Unggahan pada Selasa 6 Juli 2021 itu diberi judul 'Indonesian Political Troll'. Dalam keterangan unggahan BEM KM UNNES menyebut hal ini sebagai kritik terhadap pemerintahan Jokowi dan DPR.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News