Guru sedang mengajar di muka kelas, MI/Panca Syurkani.
Guru sedang mengajar di muka kelas, MI/Panca Syurkani.

Wakil Ketum MUI Sebut SKB 3 Menteri Seragam Sekolah Jalan Sesat

Citra Larasati • 05 Februari 2021 12:09
Jakarta:  Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas menilai sebagian isi Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri soal Pakaian Seragam tidak sesuai dengan amanah konstitusi.  SKB Ini menurutnya tidak menjadi jalan tengah atas polemik pakaian seragam yang terjadi di Padang, Sumatra Barat, sebaliknya justru menjadi jalan sesat bagi siswi beragama muslim.
 
Anwar mengkritisi sebagian isi SKB tiga menteri soal aturan memakai pakaian seragam sekolah. Menurutnya, dalam dunia pendidikan, negara dalam hal ini pemerintah dan sekolah harus mendidik peserta didiknya sesuai dengan konstitusi. 
 
Anwar menegaskan sepakat, jika siswi-siswi yang beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu mendapat pendidikan yang sesuai dengan ajaran agamanya, sebab hal ini sesuai dengan konstitusi.  Namun di sisi lain, ia tidak sepakat jila SKB ini juga melarang pemda dan sekolah dilarang mewajibkan siswi beragama Islam mengenakan jilbab.

"Untuk siswi beragama nonmuslim memang tidak boleh dipaksa untuk mengenakan jilbab, kecuali mereka ingin dan tanpa paksaan karena alasan kearifan lokal. Tapi juga harus mewajibkan siswi SD, SMP dan SMA beragama muslim mengenakan seragam sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya (berjilbab). Kalau siswi muslim dibebaskan memilih, itu bukan jalan tengah namanya, tapi jalan sesat," kata Anwar kepada Medcom.id, Jumat, 5 Februari 2021.
 
Pernyataan ini disampaikan Anwar menggunakan pendekatan ideologis yakni sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Ia menyebut, kewajiban mengenakan jilbab bagi siswi SD, SMP, dan SMA dibutuhkan karena anak di usia tersebut masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan.
 
Sehingga perlu diajarkan hal-hal yang sesuai dengan aturan agama, termasuk kewajiban berjilbab bagi muslimah.  "Ini khusus untuk SD, SMP dan SMA saat di sekolah saja ya, kalau di luar sekolah mau dicopot jilbabnya ya silakan saja. Kenapa di usia tersebut? karena mereka masih anak-anak. Beda cerita lagi kalau sudah mahasiswa," terang Anwar.
 
Baca juga:  SKB 3 Menteri: Tak Boleh Memaksa dan Melarang Jilbab di Sekolah
 
Ia menegaskan, bahwa siswi muslim harus diwajibkan untuk berpakaian sesuai dengan ajaran agama dan kepercayaannya itu.  Salah satunya karena ingin membuat negara dan anak-anak didik serta warga bangsa ini menjadi orang-orang dan warga bangsa yang toleran dan religius.
 
"Kita ini memang bukan negara agama, tapi negara yang sangat menjunjung tinggi agama, bukan menjadi orang-orang yang sekuler," tegas Anwar.
 
 

 
Sementara dalam SKB yang ditandatangani Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, dan Menteri Agama (Menag) Yaqut Choulil Qoumas tersebut menegaskan, bahwa pemda maupun sekolah harus membebaskan pemakaian seragam dan atribut khusus agama tertentu.
 
Sebab, menurut SKB, hal ini merupakan hak di masing-masing individu, baik itu guru atau siswa.
Hal inilah yang membuat Anwar menilai bahwa pernyataan pemda tidak boleh membuat kebijakan yang mewajibkan siswi beragama Islam untuk berjilbab seperti yang diajarkan dalam agama Islam adalah tidak sesuai dengan amanah konstitusi. 
 
Ia mengingatkan, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia, seperti yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 1 adalah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.  "Ini artinya negara kita harus menjadi negara yang religius, bukan negara sekuler," tandas Anwar lagi.
 
Oleh karena itu. kata Anwar, Undang-undang dan peraturan serta kebijakan yang dibuat pemerintah dan DPR dalam semua bidang kehidupan termasuk dalam dunia pendidikan harus didasarkan dan berdasarkan kepada nilai-nilai dan ajaran agama.
 
Dalam hal yang terkait dengan pakaian seragam sekolah misalnya.  Peserta didik dinilai masih berada dalam masa pertumbuhan dan perkembangan.  Maka sebagai orang dewasa yang ada di sekitarnya, terutama guru di sekolah harus mampu membimbing dan mengarahkan murid untuk menjadi anak yang baik.
 
"Untuk itu, negara atau dalam hal ini pihak sekolah bukannya membebaskan muridnya yang belum dewasa tersebut untuk memilih apakah akan memakai pakaian yang sesuai atau tidak sesuai dengan agama dan keyakinannya," tegasnya.
 
 

 
Tapi negara atau sekolah, kata Anwar, harus mewajibkan  anak-anak didiknya agar berpakaian sesuai dengan ajaran agama dan keyakinannya masing-masing.  Sehingga tujuan dari sistem pendidikan nasional yang dicanangkan konstitusi, yaitu untuk membuat peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan seterusnya dapat tercapai.
 
Menurut Anwar, ini artinya sebagai warga bangsa yang berpedoman kepada UUD 1945, harus sesuai dengan isi dari pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945.  Negara harus bisa menjadikan agama sebagai kaidah penuntun di dalam kehidupan, termasuk dalam kehidupan di dunia  pendidikan.
 
"Untuk itu, membuat anak-anak didik supaya menjadi orang beriman dan bertakwa maka negara harus mewajibkan dan menyuruh para muridnya untuk berpakaian sesuai dengan ajaran agama dan keyakinannya masing-masing," ujar pengamat sosial ekonomi dan keagamaan ini.
 
Baca juga:  Kemendikbud: SKB Seragam Sekolah Tak Mengurangi Hak Beragama
 
Sebelumnya, SKB 3 Menteri mengenai penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan di satuan pendidikan resmi diterbitkan. Hal ini merespons isu intoleransi cara berpakaian di sekolah yang belakangan ramai diperbincangkan.
 
SKB diteken tiga menteri, yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, dan Menteri Agama (Menag) Yaqut Choulil Qoumas. 
 
"Bahwa pakaian atau pakaian seragam dan atribut bagi para murid dan para guru adalah salah satu bentuk perwujudan moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama," kata Mendikbud Nadiem Makarim dalam konferensi pers SKB 3 Menteri secara daring, Rabu, 3 Februari 2021.
 
Baca juga:  Sekularisasi Jilbab
 
Dalam SKB ini ditegaskan secara spesifik jika sekolah negeri di Indonesia tidak bisa bersikap intoleran terhadap agama, etnisitas maupun diversivitas apa pun. Para murid, guru, dan tenaga kependidikan bebas untuk dapat memilih seragam dan atribut tanpa kekhususan atau dengan kekhususan.
 
"Siapa individu itu adalah guru dan murid dan tentunya orang tua, itu bukan keputusan dari pada sekolah di dalam sekolah negeri," ujarnya. 
 
Nadiem menjelaskan, Pemda maupun sekolah tidak boleh mewajibkan atau melarang seragam dan atribut khusus agama tertetu. Sebab, hal ini merupakan hak di masing-masing individu, baik itu guru atau siswa.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan