Iwan bangga dan gembira jumlah guru besar di Universitas Jember bertambah. Pasalnya keberadaan guru besar diharapkan bakal menjadi motor penggerak Tri Dharma Perguruan Tinggi, sekaligus meningkatkan reputasi dan rekognisi sebuah lembaga pendidikan tinggi.
Saat ini, ada 54 guru besar aktif yang terus menjalankan tugas mengembangkan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat di Universitas Jember. Dalam waktu dekat jumlah guru besar akan bertambah satu mengingat proses penetapan sudah selesai.
Sementara itu, ada enam dosen yang proses pengajuan guru besarnya masih berproses di Ditjen Dikti Kemendikbudristek.
“Alhamdulillah jumlah guru besar di Universitas Jember bertambah. Namun idealnya sebuah perguruan tinggi memiliki guru besar sebanyak 10 persen dari total jumlah dosen yang dimiliki. Dari 1.200-an dosen Universitas Jember baru ada 50-an guru besar, oleh karena itu kami terus berusaha mendorong makin banyak dosen yang memenuhi syarat untuk mengajukan jabatan guru besar," kata Iwan dikutip dari laman unej.ac.id, Jumat, 15 Juli 2022.
Iwan menuturkan pihaknya terus mendorong penambahan guru besar melalui program dana hibah akselerasi profesor melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Iwan juga mengingatkan jabatan guru besar mengandung amanah dan tanggung jawab besar.
Jabatan profesor bukan akhir, tetapi justru awal baru sebab masyarakat kini menunggu kiprah mereka di bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Profesor juga diharapkan menjadi pemandu terciptanya atmosfir akademik yang kondusif serta mendorong koleganya segera meraih jabatan guru besar, jabatan tertinggi bagi seorang fungsional dosen.
Pidato ilmiah guru besar baru
Pidato ilmiah pertama dibawakan Akhmad Haryono yang berjudul “Keragaman Bahasa dan Budaya: Peranan dan Problematikanya Dalam Komunikasi Antar Budaya”. Dalam paparannya, Akhmad Haryono mengingatkan Indonesia adalah negara plural yang terdiri dari berbagai etnik, agama, bahasa dan budaya.Keunikan tradisi dan budaya masyarakat suatu etnik berdampak pada terbentuknya keunikan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi. Penguasaan terhadap suatu bahasa tidak mutlak menjamin mulusnya hubungan komunikasi antara manusia yang satu dengan yang lainnya.
Kenyataan ini menunjukkan walaupun bahasanya sudah dikuasai masih sering terjadi kegagalan komunikasi (communication break-down). Perbedaan lintas budaya bisa dan memang sering menyebabkan terjadinya konflik-konflik antarpenutur bahasa.
Pemahaman terhadap budaya penutur bahasa tertentu amat penting dalam komunikasi antarbudaya. Sebab, kesalahan dalam memahami budaya masyarakat penutur bahasa akan menyebabkan persepsi yang salah terhadap bahasa yang digunakan sehingga dapat menimbulkan kekecewaan dan bahkan konflik antarbangsa maupun antaretnik.
Oleh karena itu dalam hidup berbangsa dan bernegara dalam keberagaman dan kebinekaan, hendaknya masyarakat Indonesia menjauhi rasa etnosentrisme dan primordialisme agar dapat hidup berdampingan secara damai sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila. Akhmad menuturkan agar dapat berkomunikasi dengan baik perlu belajar bahasa dan budaya etnik lain.
"Dalam berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal, hendaknya kita tetap mengacu pada norma-norma budaya ketimuran yang tentu didasarkan pada nilai-nilai Pancasila,” kata Akhmad Haryono.
Sementara itu, Diah Yulisetiarini menyampaikan pidato ilmiah berjudul “Pentingnya Menciptakan Nilai, Kepuasan dan Pelanggan”. Diah mengingatkan pelaku bisnis akan pentingnya menempatkan pelanggan pada posisi sentral.
Pasalnya tanpa pelanggan maka keberlangsungan sebuah bisnis tak akan ada lagi. Salah satu caranya dengan konsisten menerapkan Customer Relationship Management (CRM). Konsep ini mengaitkan nilai dan kepuasan pelanggan dengan nilai-nilai perusahaan baik di masa kini maupun di masa depan.
Dian menyebut kesetiaan pelanggan dapat dipertahankan bila pelaku usaha konsisten menerapkan Relationship Management. Bahkan, pelanggan menceritakan kepuasannya ke pelanggan baru.
"Loyalitas pelanggan penting apalagi mengingat tingkat kompetisi bisnis di era saat ini sangat ketat,” ujar Diah.
Pidato ilmiah ketiga disampaikan Sri Astutik. Sri menyoroti masih rendahnya kemampuan siswa Indonesia dalam memahami pelajaran IPA.
Hal ini dibuktikan dengan hasil survey Programme for International Student Assessment (PISA) Tahun 2018 yang menempatkan Indonesia di posisi 74 dari 79 negara yang disurvei. Sri menawarkan model pembelajaran IPA dengan Collaboration Creativity Learning (CCL) untuk meningkatkan pemahaman siswa pelajaran IPA.
“Model pembelajaran CCL menekankan pada bagaimana membangun kreativitas dan kemampuan siswa untuk berkolaborasi bersama," papar Sri.
Sri menjelaskan dalam model ini pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa diminta mampu menyampaikan pendapat serta bekerja sama dengan kawan lainnya dalam mempelajari IPA.
"Caranya, siswa diajak mengidentifikasi masalah, eksplorasi ide, bekerja sama dan elaborasi ide. Sehingga diharapkan siswa bisa lebih cepat memahami pelajaran IPA,” kata Sri Astutik memilih judul pidato ilmiah “Model Collaborative Creativity Learning (CCL): Inovasi Pembelajaran Abad 21 Sebagai Alternatif Pengembangan Kreativitas dan Kolaboratif Ilmiah”.
| Baca juga: Kemenag Dorong PTKI Alokasikan Anggaran Penelitian untuk Percepatan Guru Besar |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id