Kemendikbud dan Kemenristekdikti belum selaras dalam langkah menghapus kastanisasi di bidang pendidikan. Terlihat dari penerimaan mahasiswa baru jalur SNMPTN, yang masih memberikan kuota lebih besar pada sekolah yang terakreditasi baik (favorit).
"Kami akan berkoordinasi (dengan Kemenristekdikti) agar kebijakan itu (penghapusan kastanisasi) menjadi kebijakan yang satu," kata Staf Ahli Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud Chatarina Muliana Girsang di Perpustakaan Dikbud, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu 25 Juli 2018.
Dalam sejumlah kesempatan, Mendikbud, Muhadjir Effendy menegaskan bahwa kebijakan sistem zonasi diterapkan untuk menghapus kastanisasi sekolah. Ke depan, tidak boleh ada lagi sekolah yang dicap favorit, karena semua sekolah akan menjadi sekolah yang sama kualitasnya.
Namun sayangnya, penghapusan kastanisasi pendidikan baru dilaksanakan di hulu saja, yakni saat penerimaan siswa baru. Sedangkan di hilir, yakni saat siswa lulus dan ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi justru terbentur dengan sistem kuota berdasarkan status akreditasi sekolah dalam penerimaan mahasiswa baru seleksi jalur undangan (SNMPTN)
Baca: Kemendikbud Kaji Skema Pembiayaan Swasta dalam Zonasi
Untuk diketahui, besaran kuota untuk mendaftar melalui jalur SNMPTN bagi sekolah yang terakreditasi A mendapat kuota 50 persen untuk siswa dengan nilai terbaik di sekolah.
Kemudian untuk sekolah yang terakreditasi B, sebanyak 30 persen dan akreditasi C hanya 10 persen saja. Jalur undangan merupakan sistem seleksi berdasarkan penelusuran nilai prestasi akademik, yang menggunakan rapor semester 1-5 untuk SMA/SMKdan MA, lalu semester 1-7 untuk SMK dengan masa belajar empat tahun.
Sistem kuota berdasarkan akreditasi itulah yang menurut Chatarina membuat orangtua ngotot bahkan menghalalkan berbagai cara agar bisa masuk sekolah favorit. Dalam waktu dekat, kata Chatarina, Mendikbud akan berkoordinasi secara intensif dengan Menristekdikti untuk membahas masih adanya "karpet merah" untuk sekolah favorit di jalur penerimaan perguruan tinggi.
"Sounding and formal sudah dilakukan. Tapi kita perlu memastikan ini memang benar-benar bisa seperti gayung bersambut," terang Chatarina.
Ia menuturkan bahwa semoga ada keselarasan antara Dikbud dan Dikti. Karena jika tidak kebijakan zonasi ini tak akan berhasil.
"Jika kebijakan sudah selaras dengan Menristekdikti, jadi tidak sia-sia kebijakan zonasi ini. Dan tidak merugikan masyarakat pada akhirnya," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News