"Evaluasi yang harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan, baik di APBN maupun APBD," kata Huda dalam acara Menggugat Kebijakan Anggaran Pendidikan dikutip Senin, 9 September 2024.
Huda mengatakan untuk evaluasi perlu ada koordinasi lebih kuat dengan kementerian dan lembaga. Utamanya Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
"Poin utamanya adalah kita ingin pemerintah dalam hal ini Kemenkeu dan Bappenas mereformulasi ulang terkait dengan mandatory spending 20 persen pada konteks alokasi dan distribusinya," ujar Huda.
Dia menyebut sebetulnya Kemendikbudristek belum sepenuhnya mempunyai kewenangan terkait anggaran pendidikan. Kemendikbudristek tidak mengatur sejak perencanaan sampai pada implementasi terkait pembelanjaan.
"Padahal sebenarnya sudah ada PP Nomor 18 Tahun 2022 yang sudah mengamanatkan bahwa semua proses perencanaan penggunaan 20 persen anggaran (pendidikan) itu ada di Kemendikbudristek. Nah pada praktiknya ini belum bisa berjalan sehingga menimbulkan beragam persoalan,” tutur dia.
Huda menuturkan salah satu persoalan akibat Kemendikbudristek tidak sepenuhnya mengelola anggaran pendidikan tersebut adalah indeks pembiayaan pendidikan tinggi yang berbeda-beda. Menurutnya, ada program studi atau jurusan kuliah yang menetapkan biaya masuk mencapai Rp67 juta.
“Padahal pada prodi dan jurusan yang sama itu yang ditetapkan oleh Kemendikbud hanya cukup Rp27 juta. Jadi ada keberlimpahan di satu tempat, tetapi ada kekurangan di tempat lain. Kewenangan (pengelolaan anggaran pendidikan) ini yang harus dituntaskan,” tegas dia.
| Baca juga: Anggaran Pendidikan 20% Perlu Diformulasikan Ulang dengan Optimal |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
