Sebab, tak semua program diet aman bagi tubuh. Salah satunya program diet ekstrem, very low calorie diet (VLCD).
Ada orang rela melalukan program diet VLCD dengan menurunkan asupan makanan (kalori) sehari-hari hingga sangat rendah. Padahal, tubuh sejatinya membutuhkan asupan kalori dengan jumlah tertentu setiap hari.
Bagi tubuh orang dewasa, jumlah kalori yang dibutuhkan sekitar 2.000-2.500 setiap hari. VLCD dapat menimbulkan efek samping berupa malnutrisi, perubahan pada metabolisme tubuh yang meningkatkan risiko terjadinya gangguan fungsi organ, juga mengakibatkan daya tahan tubuh lemah sehingga memperbesar risiko terjangkit berbagai penyakit, termasuk flu dan covid-19.
Untuk mengedepankan program diet yang aman, Rumah Sakit Akademik (RSA) Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan program diet bernama Plate me Diet. Plate me Diet merupakan program diet hasil pengembangan dari program-program diet yang sudah ada.
Hanya, disusun serta dikembangkan sedemikian rupa agar efektif dan aman. Plate me Diet adalah kependekan dari planning, timing, equality, dan mindfull eating.
Planning dimaksudkan kepada perencanaan pola makan. Di mana sesuai dengan kebutuhan masing-masing personal dan tetap dalam kadar aman.
“Jadi, (Plate me Diet) kita turunkan kalorinya, tapi tetap dalam batas aman dan masih mengandung porsi gizi seimbang,” kata Dietisien RSA UGM, Okta Haksaica Sulistyo, dalam talkshow ‘Painah & Paini: Pengaturan Nutrisi untuk Obesitas (Plate me Diet)’ dikutip dari website ugm.ac.id, Selasa, 15 Februari 2022.
Kemudian, timing merupakan program pengaturan jadwal makan. Okta menuturkan Plate me Diet mengedepankan jadwal makan rutin tiga kali sehari dengan tiga kali selingan (snack).
Snack pagi jam 9.00, snack siang sore jam 15.00, dan snack malam jam 20.00. Okta menyebut pendisiplinan jadwal makan ini guna mengatur hormon leptin dan ghrelin, hormon pengatur rasa lapar, supaya beroperasi wajar.
“(Program 3 kali makan 3 kali selingan) berfungsi mengantisipasi tingkat kelaparan kita yang biasanya memuncak ketika salah satu frekuensi makannya kita hilangkan. (Sebab) jika tidak menteraturkan jadwal makan, seperti tidak makan pagi atau makan siang, maka akan memberikan efek overeating pada satu waktu makan setelah itu,” jelas Okta.
Ketiga, equality. Okta menjelaskan equality dimaksudkan kepada perencanaan mengonsumsi makanan yang diperlukan untuk diet tanpa menghilangkan sumber lemak, sumber protein, karbohidrat, dan lain sebagainya sebagai gizi yang dibutuhkan tubuh. Terakhir, mindfull eating, yakni makan degan penuh penghayatan.
Okta menyebut dengan makan penuh penghayatan, tubuh juga akan mendapatkan efek menstimulus hormon leptin dan ghrelin (hormon pengatur rasa lapar) untuk bekerja dengan baik.
“Jadi, ketika makan itu sambil dinikmati dan dihayati (tidak terburu), kita makan itu tujuannya untuk apa? Supaya hormon leptin dan ghrelin memberikan sinyal yang pas (kapan makan dan berhenti makan),” tutur Okta.
Obesitas merupakan kondisi terjadi penumpukan lemak secara berlebihan dalam tubuh. Kondisi ini merupakan suatu hal yang tidak baik, sebab dapat mengganggu kesehatan. Obesitas dapat mengakibatkan resistensi insulin yang dapat menimbulkan penyakit diabetes mellitus.
Kedua, karena lemak menumpuk, pembuluh darah kemudian bisa terhambat dan mengakibatkan penyakit tensi tinggi. Adapun bila pembuluh darah sampai tertutup atau tidak hanya terhambat, maka dapat mengakibatkan penyakit jantung coroner.
Baca: Tips Terapkan Mindfulness Eating agar Dapatkan Asupan Gizi Optimal
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News