BRIN menggelar Seminar Indonesia’s Political Outlook 2024 dengan tema “Disrupsi Demokrasi dan Tantangan Kepemimpinan Nasional dan Global”. DOK BRIN
BRIN menggelar Seminar Indonesia’s Political Outlook 2024 dengan tema “Disrupsi Demokrasi dan Tantangan Kepemimpinan Nasional dan Global”. DOK BRIN

Peneliti BRIN Sebut Indonesia Mesti Tetap Gunakan Politik Luar Negeri Bebas Aktif, Tapi Perlu Diperbaiki

Renatha Swasty • 18 Januari 2024 09:49
Jakarta: Peneliti Pusat Riset Politik, Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH) BRIN, Irine Hiraswari Gayatri, menyebut Indonesia mesti tetap mengimplementasikan politik luar negeri “Bebas Aktif” yang dicanangkan pada 1950-an. Ini menekankan pada kemerdekaan, kedaulatan, dan non-blok.
 
Irine menyebut Indonesia telah melakukan Diplomasi 4+1, yakni perlindungan WNI di luar negeri, diplomasi ekonomi, diplomasi kedaulatan, memajukan peran luar negeri Indonesia, peran kebijakan di tingkat regional dan kancah global, peningkatan dan penguatan infrastruktur diplomatik.
 
“Namun, kita menghadapi tantangan internal dan eksternal di antaranya geopolitik, dinamika regional, keamanan maritim, masalah hak asasi manusia, prioritas ekonomi dan perdagangan, perubahan kepemimpinan global, isu-isu terkait teknologi, keberlanjutan dan perubahan iklim, serta dampak global dan regional,” kata Irine pada Seminar Indonesia’s Political Outlook 2024 dengan tema “Disrupsi Demokrasi dan Tantangan Kepemimpinan Nasional dan Global” dikutip dari laman brin.go.id, Kamis, 18 Januari 2024.

Irine menyebut berbagai masalah ini mengharuskan Indonesia memadukan kepentingan nasional, kebijakan adaptif, mampu menangani perselisihan, mengadopsi fleksibilitas dan diplomasi aktif, dan mempertahankan kedudukan internasional.
 
Dia yakin kebijakan luar negeri Indonesia bisa lebih tegas pada 2024 bila dilengkapi dengan kapasitas dan infrastruktur diplomatik yang lebih baik. Hal itu dicontohkan oleh Gerakan Non-Blok, kerja sama Selatan-Selatan, serta upaya perantara perdamaian yang lebih aktif. Misalnya, transit diplomatik yang intensif di Palestina dan Afghanistan.
 
Sementara itu, peneliti PR Politik BRIN dari Klaster Agama, Etnisitas, dan Gender, Nostalgiawan Wahyudhi, menyebut pentingnya isu Palestina menjadi wacana pada Pemilihan Presiden (pilpres) 2024. Menurutnya, sikap politik luar negeri Indonesia yang sangat bold, all out, dan responsif terhadap isu Palestina ikut mendorong isu ini digarisbawahi oleh semua kandidat presiden.
 
Wawan mengatakan isu Palestina telah bergeser dari isu agama ke kemanusiaan dan politik (genosida) yang meluas untuk menunjukkan komitmen dan dukungan atas kemanusiaan dan anti penjajahan. Wawan lalu menjabarkan sikap capres cawapres mengenai konflik di timur tengah.  
 
Diversifikasi dukungan kelompok kanan terutama pada dua calon (Anis Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka) membuat penggunaan politik identitas tereduksi dan cenderung kurang relevan.
 
“Namun, ada potensi polarisasi identitas akan bangkit lagi apabila terjadi pengerucutan pada dua paslon terutama di putaran kedua, jika penggunaan politik identitas mulai dilekatkan pada calon tertentu,” ujar dia.
 
Baca juga: Kemenlu: Mahasiswa Adalah Agen Perubahan dalam Politik Luar Negeri

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan