Ia menjelaskan, meningkatnya populasi manusia membuat kebutuhan akan air bersih juga naik signifikan. Secara global, siklus air memang tidak banyak berubah, tetap terjadi pembentukan air tawar melalui hujan dan sumber-sumber air, tetapi sejalan dengan peningkatan populasi manusia, meningkat pula eksploitasi alam.
Di sisi lain, berbagai pembangunan dan kegiatan yang mau tidak mau menghasilkan limbah atau dampak negatif yang semakin meningkat pula. Pada akhirnya, dapat berakibat pada pencemaran perairan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Perairan, baik itu situ, danau, sungai atau waduk, pada umumnya berada di bagian bawah dari daratan. Sehingga, apapun kegiatan yang ada di atasnya, atau biasa disebut Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Daerah Tangkapan Air (DTA) pada akhirnya akan terbawa aliran dan masuk ke perairan, sungai, situ, danau, atau waduk. Belum lagi kebiasaan buruk dari sebagian masyarakat yang membuang apapun ke sungai, masih belum hilang hingga saat ini.
"Sehingga, pencemaran di sungai, danau dan waduk terjadi di mana-mana," kata Sigid melalui siaran pers, Jumat, 13 November 2020.
Baca: Alumni IPB: Malaysia Hingga Australia Lirik Potensi Hewan Ternak Indonesia
Kebutuhan air semakin meningkat karena jumlah manusia yang semakin bertambah. Sementara, sejumlah air tawar semakin cepat mengalir ke laut melalui banjir yang semakin sering terjadi, jumlah air tawar yang tersisa di situ, danau, embung, waduk (disingkat SDEW) dan sungai-sungai pun kualitasnya semakin menurun karena pencemaran.
Sedangkan, yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari tidak hanya sekadar air tawar yang cukup, tetapi air bersih yang layak untuk diolah menjadi air minum dan air untuk keperluan mandi cuci sehari-hari. "Ini adalah permasalahan yang akan kita hadapi di masa mendatang, air bersih yang semakin langka dan mahal," ujarnya.
Ia menambahkan, untuk mengurangi terjadinya pencemaran perairan, dibutuhkan peningkatan pengelolaan sampah di lingkungan perumahan, perkampungan, berbagai instansi, termasuk rumah sakit, pertokoan dan pasar dan lokasi wisata. Dengan begitu, sampah dapat segera tertangani dan tidak menumpuk di tempat sampah atau penampungan sementara, yang berpotensi terbawa air hujan masuk ke perairan. Pelarangan dan pengawasan pembuangan sampah ke sungai dan perairan umum dengan sanksi yang tegas dan efektif harus pula dilakukan.
"Kita juga butuh pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan di tempat pembuangan akhir, sehingga tidak menimbulkan masalah lingkungan yang baru," jelasnya.
Baca: 47 Persen Anak Indonesia Bosan di Rumah
Ia menilai, perlu juga penaatan pengelolaan dan pengolahan limbah cair dari berbagai kegiatan dan industri, sebelum air limbahnya dibuang ke lingkungan. Sebaiknya, kata dia, disediakan juga instalasi pengolahan air limbah (IPAL) untuk setiap kawasan perumahan, pemukiman, pertokoan dan pasar, yang merupakan bagian dari kewajiban usaha.
Langkah lainnya, adalah advokasi atau kampanye melalui berbagai media untuk selalu menjaga kualitas air dan kuantitas air bersih (konservasi air). Termasuk, pemasangan papan-papan pelarangan pembuangan sampah ke sungai (atau ke perairan) di tepi-tepi sungai, situ, danau, waduk yang dekat dengan kawasan pemukiman atau di lokasi-lokasi wisata.
Tidak kalah penting adalah ketegasan pemerintah, pusat dan daerah, untuk menjaga konservasi hutan di kawasan-kawasan yang merupakan bagian hulu sungai sebagai kawasan pengisian air (recharge area) untuk menjaga ketersediaan air. Tindakan penghijauan mesti dilakukan jika dianggap perlu.
(AGA)