Ketiganya merumuskan naskah Proklamasi di rumah Laksamana Maeda di Meiji Dori Nomor 1. Saat ini, rumah di Jalan Imam Bonjol 1, Menteng, Jakarta Pusat itu dijadikan Museum Perumusan Naskah Proklamasi (Munasprok).
Sebelum menjadi museum, bangunan sempat digunakan untuk beberapa hal. Simak sejarah berdirinya Museum Perumusan Naskah Proklamasi dikutip dari laman munasprok:
Bangunan bersejarah itu dibangun pada 1927 dengan fungsi sebagai kediaman resmi konsulat Kerajaan Inggris. Bangunan itu merupakan salah satu dari empat rumah tinggal besar di sekitar Taman Surapati, yakni Kediaman Duta Besar Amerika Serikat, Rumah Dinas Gubernur DKI, dan Rumah Tuan Koch (telah dibongkar).
Bangunan dirancang oleh arsitek yang sama, yaitu Johan Frederik Lodewijk Blankenberg. Rumah ini merupakan salah satu bangunan yang berada di daerah yang dirancang sebagai kota taman (garden city) pertama di Indonesia oleh Belanda pada 1910.
Sebagai sebuah kota taman, pada mulanya daerah Menteng memiliki ruang-ruang luar yang luas. Antara bangunan dan lingkungan tampak menyatu, serta tidak dibatasi dengan pagar-pagar tinggi. Bangunan-bangunan yang dibangun pada kota ini terdiri dari bangunan rumah tinggal dan bangunan fasilitas penunjang, seperti sekolah, kantor, gereja, toko, dan lainnya.

Peta kawasan Menteng (1930)

Peta kawasan Menteng
Bangunan rumah tinggal di Menteng menurut ukuran kavling dibedakan menjadi tiga, yaitu:
- Golongan Groote Stadsvilla atau villa besar (1.000 m2) di sepanjang Jalan Teuku Umar, Imam Bonjol, Diponegoro, Sutan Sahrir, dan Moh. Yamin
- Golongan Middelgroote Stadswoning atau ukuran sedang (500-800m2) di sepanjang Jalan Sam Ratulangi, Jalan H.A. Salim, Teresia
- Golongan Kleine Woningen atau ukuran kecil (500 m2), di sepanjang Jalan Kusumaatmadja, Sumenep, Cilacap, Malang, Garut, dan lain lain

Bagian depan bangunan pada 1931
Bangunan yang terletak pada lahan seluas 3.914 m2 ini aslinya hanya satu bangunan saja, yang dibangun dua lantai dan memiliki ruang-ruang sebagai berikut:
Pada lantai dasar (begane grond) terdapat ruang-ruang :
- ruang terima (entrer)
- ruang tamu (onvangkamer)
- hall (hal)
- ruang studi (studeerk)
- ruang makan (eetzaal)
- dapur bersih (bykeuken)
- dapur kotor (keuken)
- toilet
- galery
- teras (terras)
- ruang (onderrit)
.jpg)
Denah lantai dasar
Pada lantai atas (verdieping) terdapat:
- 2 ruang tidur (gr slaap, boudoir)
- 3 ruang inap (noord log, gr log, zud log)
- 3 kamar mandi (bad)
- ruang penghubung (transportaal)
- balkon (balcon)
- 2 teras (terras)

Denah lantai atas
Berdasarkan ukuran kavling di atas, bangunan Museum Perumusan Naskah Proklamasi termasuk golongan villa besar (3.914 m2). Saat ini, selain terdapat bangunan induk (asli), juga terdapat bangunan penunjang/turutan yang berfungsi sebagai tempat mewadahi kebutuhan ruang baru, setalah dimanfaatkan untuk fungsi selanjutnya.
Ruang-ruang yang terdapat dalam bangunan tambahan ini antara lain pos jaga, ruang pertemuan, parkir sepeda/motor, kantor pengelola museum, perpustakaan, musala, toilet, gudang, dan lain-lain. Luas bangunan sekarang ini 1.138 m2.
Bangunan ini memiliki tampilan arsitektur gaya artdeco, serta memiliki detail-detail menarik pada elemen-elemen bangunan seperti pada pengolahan dinding, bukaan angin, railing tangga, pintu dan jendela. Selain itu, ciri yang menonjol adalah penggunaan atap perisai dengan sudut yang curam (40º sampai 45º), serta permainan garis-garis horisontal dan vertikal pada balustrade, dinding , an kolom bangunan.
Walaupun vila besar ini dari luar nampak mewah, namun tidak memiliki banyak kamar. Pada lantai bawah ruang resepsi dan ruang jamuan hampir menyita seluruh lantai kecuali satu ruang studi, (bekas) dapur, dan toilet.
Lantai dilapisi ubin teraso merah keabu-abuan. Teras luas di belakang rumah dapat digabungkan dengan ruang makan, bila resepsi dihadiri banyak orang. Lantai atas dahulu digunakan untuk kamar-kamar tidur yang besar, masing-masing dilengkapi dengan kamar mandi dan balkon tersendiri.
Waktu rumah ini dibangun, Nassaauboulevard di muka rumah masih sepi sekali. Maka, penghuni maupun tamu dapat beristirahat tenang dengan jendela terbuka. Susuran tangga (handrail) dihiasi ornament dari besi bergaya Art Deco dan lobang angin di atas pintu diisi dengan jeruji bercorak serupa.
Rumah konsul Inggris dirancang supaya tampak representatif, namun tidak ‘wah’ seperti rumah-rumah orang kaya baru, yang dibagun sesudah tahun 1970-an di Menteng. Vila ciptaan Blankenberg ini berkarakter anggun dan sedikit reserved sepertinya cocok bagi orang Inggris.
Maksud ini tercapai dengan memakai berbagai elemen horizontal seperti deretan jendela di lantai bawah dan atas, dua tonjolan profil panjang pada tembok yang dilanjutkan pada balkon di kedua belah sisi rumah, deretan panjang lubang-lubang ventilasi udara yang berbentuk kotak di lantai bawah dan atas. Atap tinggi sesuai dengan kokohnya tembok dan tiang.
Pemanfaatan gedung
- Konsulat Inggris (1931-1942)
- Rumah Laksamana Tadashi Maeda (1942 – Agustus 1945)
- Rumah Duta Besar Inggris (1961-1981)
- Perpustakaan Nasional (1983)

Konsulat Inggris

Rumah Laksamana Tadashi Maeda

Rumah Duta Besar Inggris

Perpustakaan Nasional
Masa persiapan pendirian museum
Saat kontrak Rumah Duta Besar Inggris akan segera berakhir, pada Desember 1981 diadakanlah Rapat Koordinasi yang melibatkan pihak Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, serta Sekretariat Negara untuk membahas pengalihfungsian gedung.Mendikbud Nugroho Notosusanto pada 1984 mengusulkan gedung bekas kediaman Laksamana Muda Tadashi Maeda agar menjadi museum. Saat dilakukan kajian pendirian museum, untuk sementara gedung menjadi kantor Perpustakaan Nasional selama 1 tahun sebelum gedung Perpustakaan Nasional yang baru di Jalan Salemba selesai dibangun.
Kajian dilakukan Tim Penelitian Kesejarahan Pendirian Museum Perumusan Nasakah Proklamasi yang terdiri dari Soetopo Soetanto, Erry Muchtar, Rini Yuliastuti, Eka Putra Bhuwana, Yudha B Tangkilisan, dan Sri Endah K. Tim dibentuk pada Oktober 1984 dengan tujuan merealisasikan bangunan di Jalan Imam Bonjol Nomor 1, Menteng, Jakarta Pusat menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Untuk memperkuat nuansa tampilan dan kondisi rumah sesuai konteks peristiwa di 16 Agustus 1945, tim kajian menghubungi pihak Kedutaan Besar Jepang untuk mencari tahu keberadaan saksi pelaku yang pernah tinggal bersama Laksamana Tadashi Maeda. Hingga pada akhirnya pada 1985, Satsuki Mishima yang saat itu bertugas sebagai Sekretaris Urusan Rumah Tangga datang ke rumah ini.
Akhirnya pada 26 Maret 1987, pengelolaan gedung diserahkan pada Direktorat Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0476/1992 tanggal 24 November 1992, gedung yang terletak di Jalan Imam Bonjol Nomor 1 ditetapkan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi, yaitu sebagai Unit Pelaksana Teknis di bidang Kebudayaan dibawah Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kini, Museum Perumusan Naskah Proklamasi berada di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berdasarakan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 47 Tahun 2012 Tanggal 20 Juli 2012.
Itulah sejarah berdirinya Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Apakah Sobat Medcom sudah pernah mengunjungi museum ini?
Baca juga: AMI: Koleksi Museum Cermin Ideologi Bangsa |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id