Observatorium Bosscha, Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar Pengamatan Virtual Langit Malam (PVLM). DOK ITB
Observatorium Bosscha, Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar Pengamatan Virtual Langit Malam (PVLM). DOK ITB

Observatorium Bosscha Menelusuri Jejak Evolusi Bintang Lewat Pengamatan Virtual Langit Malam

Renatha Swasty • 05 September 2022 20:13
Jakarta: Observatorium Bosscha, Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar Pengamatan Virtual Langit Malam (PVLM) pertama kalinya pada 2022 dengan objek pengamatan utama gugus bintang. Pengamatan gugus bintang tersebut dilakukan dengan teleskop STEVia (Survey Telescope for Exoplanet and Variable Star). 
 
Pengamatan dipandu dosen Astronomi ITB Mochamad Ikbal Arifyanto dan astronom Observatorium Bosscha Denny Mandey. Denny menjelaskan rasi bintang dan gugus bintang merupakan dua hal berbeda. 
 
Rasi bintang terbentuk akibat arah pandang manusia sehingga sekumpulan bintang seakan-akan saling berdekatan membentuk suatu pola. Padahal, kenyataannya, bintang-bintang tersebut bisa saja saling berjauhan dan saling menempati ruang luas bila dilihat dari arah pandang lain. 

Sedangkan, gugus bintang merupakan sekumpulan bintang yang secara fisik saling berdekatan dan menempati ruang relatif sempit di angkasa.
 
“Ada tiga jenis gugus bintang. Gugus yang bintangnya paling banyak dan paling kompak, kebanyakan bintangnya tua adalah gugus bola. Lalu ada gugus terbuka yang anggotanya dalam orde ribuan dengan umur yang bervariasi. Terakhir adalah gugus yang anggotanya jauh lebih sedikit, disebut gugus asosiasi,” jelas Denny dikutip dari laman itb.ac.id, Senin, 5 September 2022. 
 
Salah satu gugus bintang yang paling jelas diamati dari bumi adalah gugus M45 (Pleiades). Gugus ini terlihat seperti sekumpulan tujuh bintang terang yang saling berdekatan di langit. 
 
Mochamad Ikbal menuturkan gugus Pleiades termasuk gugus yang masih sangat muda karena baru berusia 100 juta tahun. Oleh karna itu, di sekitar gugus Pleiades terdapat nebula refleksi berwarna kebiruan yang merupakan sisa-sisa gas pembentuk bintang anggota gugus. 
 
Berdasarkan fakta tersebut, ilmuwan menduga bintang dalam satu gugus pada mulanya terbentuk dari awan gas yang sama. Bintang-bintang tertentu lahir dari satu awan yang membentuk banyak bintang. 
 
Dalam masa hidupnya, awan ini akan terhempas oleh angin bintang sehingga ia akan menghilang dan hanya tersisa bintangnya saja. 
 
"Banyak juga gugus bintang yang relatif tua hanya menyisakan bintangnya saja karena gasnya sudah bersih akibat tertiup panasnya angin bintang,” tutur dia. 
 
Salah satu tantangan terbesar ilmuwan dan astronom adalah menentukan apakah kumpulan bintang yang bergerombol membentuk suatu gugus atau tidak. Metode penafsiran gugus ini ditentukan dengan menghitung kecepatan tangensial terhadap bidang langit. 
 
Dengan metode ini kecepatan bintang diproyeksikan sesuai arahnya. Bintang-bintang disebut terletak pada gugus yang sama apabila arah kecepatannya sama.
 
Mochamad Ikbal mendemonstrasikannya lewat H R diagram yang memuat sumbu x sebagai temperatur bintang dan sumbu y sebagai energi. Bintang-bintang dalam satu anggota gugus membentuk deret utama dalam diagram tersebut yang digambarkan sebagai garis lurus dari kiri atas ke kanan bawah.
 
“Bintang dalam satu gugus akan lahir bersamaan. Mereka akan mengalami evolusi yang dipengaruhi oleh massanya. Bintang yang lebih besar cenderung boros energi di bagian inti sehingga ia akan berevolusi lebih lanjut menjadi fase raksasa, keluar dari deret utama, hingga akhirnya meledak dan menjadi katai putih,” tutur Mochamad Ikbal.
 
Baca juga: Mengenal Bintang Neutron, Si ‘Kecil’ yang Lebih Berat dari Bumi

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan