Menristekdikti, Mohamad Nasir, Medcom.id/Ahmad Mustaqim.
Menristekdikti, Mohamad Nasir, Medcom.id/Ahmad Mustaqim.

47 Ilmuwan Diaspora Disebar di 55 Perguruan Tinggi

Citra Larasati • 13 Agustus 2018 20:43
Jakarta:  Sebanyak 47 ilmuwan diaspora yang selama ini berkarya perguruan tinggi di luar negeri akan disebar ke 55 perguruan tinggi di Indonesia, mulai 15-17 Agustus 2018.  Persebaran tersebut diharapkan dapat membuahkan kolaborasi dengan dosen dan peneliti dalam negeri, yang ditunjukkan dengan output berupa kerja sama riset, maupun publikasi ilmiah bereputasi internasional.
 
"Mereka didatangkan ke sini menggunakan uang negara sehingga wajib menghasilkan output dan outcome bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga peningkatan kualitas SDM dan perguruan tinggi Indonesia," kata Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti, Kemenristekdikti, Ali Ghufron Mukti saat memberi sambutan di Simposium Cendekia Kelas Dunia Tahun 2018, di Jakarta, Senin, 13 Agustus 2018.
 
Kegiatan SCKD sebelumnya, telah menimbulkan dampak positif bagi peningkatan publikasi internasional. Tercatat, sudah ada 28 publikasi internasional yang terbit di jurnal bereputasi.

Sedangkan yang masih berupa manuskrip dan proses review berjumlah 15 publikasi. Ghufron menyebut, evaluasi output kegiatan SCKD tersebut menjadi pertimbangan ilmuwan diaspora yang akan diundang di kegiatan serupa di tahun berikutnya.
 
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir menilai upaya peningkatan kualitas pendidikan tinggi yang dilakukan selama ini belum optimal. Butuh lompatan yang lebih tinggi untuk dapat bersaing dengan negara lain, salah satunya dengan mengundang para ilmuwan diaspora untuk berkolaborasi dengan dosen dan peneliti di Indonesia.
 
Baca: Butuh Jalur Khusus untuk Menarik Pulang Ilmuwan Diaspora
 
Nasir mengatakan perguruan tinggi di Indonesia kurang bekerja keras untuk meningkatkan peringkat saat bersaing dengan perguruan tinggi lain di dunia. Meski secara nilai perguruan tinggi di Indonesia mengalami kenaikan.
 
Namun kenaikan nilai tersebut belum mampu mendongkrak peringkat di dunia, karena ternyata perguruan tinggi di luar negeri juga mengalami kenaikan nilai yang jauh lebih tinggi dari Indonesia.  "Dari sisi nilai kita naik. Ternyata kenaikan perguruan tinggi luar negeri lebih tinggi dari kita. Berarti kita kurang kerja kerasnya," tegas Nasir.
 
Menurut Nasir, kenaikan nilai saja tidak cukup untuk mendongkrak peringkat di dunia.  "Naiknya harus gunakan deret ukur, jadi lompatan-lompatanlah yang harus kita lakukan," terang Nasir.
 
Untuk mendongkrak peringkat PT kita di luar negeri ini pula kehadiran para ilmuwan diaspora di Tanah Air tersebut sangat diperlukan. "Maka itu diaspora ini harus kita gabung dengan dosen dalam negeri," terang mantan rektor terpilih Universitas Diponegoro ini.
 
Menristekdikti mengungkapkan, keberadaan para ilmuwan diaspora dapat menjadi pengungkit bagi pengembangan ilmu pengetahuan teknologi (ptek) di Indonesia.  Untuk itu pula Simposium Cendekia Kelas Dunia Tahun 2018 resmi digelar. 
 
Kegiatan tahunan yang sudah diinisiasi Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti sejak 2016 itu diikuti oleh 47 ilmuwan diaspora yang telah sukses meniti karier di perguruan tinggi terbaik di luar negeri.
 
Dari 47 orang diaspora, lima orang merupakan assistant professor, 13 orang merupakan associate professor, 12 orang merupakan full professor. Sedangkan sisanya merupakan dosen senior yang berperan sebagai academic leader, seperti dekan dan kepala pusat riset.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan