Ilustrasi. Medcom.id
Ilustrasi. Medcom.id

Istilah 'Anjay' Tak Perlu Direspons Berlebihan

Ilham Pratama Putra • 01 September 2020 21:05
Jakarta: Ahli linguistik forensik Ninik Kuntarto menyebut polemik istilah 'anjay' tak perlu direspons berlebihan. Sebab, keberadaan bahasa yang disebut gaul itu memang tak bisa dibendung.
 
"Tak ada seorang pun yang bisa membendung kelahiran bahasa gaul di setiap generasi. Bahasa gaul muncul dan tenggelamnya sebagai wujud dinamika kehidupan. Selain itu, bahasa gaul merupakan bagian dari kebudayaan," kata Ninik kepada Medcom.id, Selasa, 1 September 2020.
 
Ninik menyatakan, istilah 'anjay' memang memiliki potensi pidana. Namun, jika kata tersebut digunakan sebagai alat menyerang seseorang yang akhirnya menimbulkan konflik.

"Bahasa gaul dapat berdampak pidana jika digunakan sebagai alat untuk menyerang seseorang yang akhirnya akan menimbulkan konflik bahasa," ujar wanita yang kerap menangani konflik bahasa di Polda Metro Jaya dan Bareskrim itu.
 
Baca: Polemik 'Anjay', Banyak Kata Baku yang Diserap dari Bahasa Gaul
 
Akademisi dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) itu mencontohkan potensi satu kata yang bisa mengantarkan seseorang masuk delik pidana. Misal, dalam penggunaan kata ‘ani-ani’ yang merupakan bahasa gaul berarti perempuan simpanan.
 
"Ketika digunakan hanya sebagai informasi, kata 'ani-ani' tidak berdampak pidana. Namun, ketika kata ‘ani-ani’ digunakan oleh seseorang untuk tujuan menyerang dan merendahkan orang lain dan diketahui oleh banyak orang, ini sudah termasuk pidana, pencemaran nama baik," terangnya.
 
 

Namun, Ninik meminta masyarakat lebih memilih berpikir positif dan menganggap bahasa gaul sebagai kreativitas remaja. Pun kehadirannya dimaknai sebagai pelengkap bahasa Indonesia dalam ragam nonformal.
 
"Ketika, berada dalam situasi formal, saya yakin remaja Indonesia memiliki kontrol bahasa yang baik. Mereka mereka memiliki kesadaran untuk mengubah dari bahasa nonformal ke bahasa formal. Jika memang situasinya nonformal, silakan saja menggunakan bahasa gaul," jelas dia.
 
Baca: Badan Bahasa Kemendikbud: Jangan Khawatir Gunakan Kata 'Anjay'
 
Lagi pula, kata Niknik, Bahasa gaul akan muncul dan tenggelam seiring berjalannya waktu. Bahasa gaul yang merupakan bagian dari bahasa Indonesia akan silih berganti hadir mewakili kreativitas remaja dalam berbahasa di setiap generasi.
 
Hal terpenting adalah pendidikan pengembangan karakter anak bangsa melalui penanaman cinta dan bangga pada bahasanya sendiri, bahasa Indonesia. Boleh-boleh saja menggunakan bahasa asing atau bahasa gaul dalam kehidupan sehari-hari, tetapi akan lebih luhur ketika remaja menyadari jati diri bangsa Indonesia adalah bahasa Indonesia.
 
"Oleh karena itu, remaja tetap harus menjunjung tinggi bahasa persatuan sebagai perekat bangsa, bahasa Indonesia dengan baik dan benar," ungkapnya.
 
 

Sebelumnya, larangan penggunaan kata 'anjay' bermula saat YouTuber, Lutfi Agizal menyindir aktor Rizky Billar yang kerap menggunakan kata tersebut. Dia menganggap kata ini tak baik digunakan dalam pergaulan generasi muda karena bermakna negatif.
  
Untuk menegaskan pandangannya itu, Lutfi Agizal melibatkan seorang Doktor Ilmu Pendidikan Bahasa, Tommi Yuniawan, membahas topik tersebut. Dia juga melibatkan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) terkait larangan penggunaan kata 'anjay'.
 
Kemudian Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) meminta istilah 'anjay' tidak lagi digunakan dalam percakapan sehari-hari. Makna anjay dinilai berasal dari kata anjing, sehingga berpotensi mengandung unsur kekerasan dan identik dengan perundungan.
 
Ketua Umum Komnas PA Arist Merdeka Sirait, bahkan menyebut jika istilah 'anjay' digunakan untuk merendahkan martabat seseorang, maka bukan tidak mungkin dapat dilaporkan sebagai tindak pidana. Namun bagi Dadang, respons penggunaan kata itu tidak akan sampai ke arah kekerasan yang dimaksudkan Arist.
 
"Sebaiknya para anak muda diberi pemahaman saja tentang penggunaan kata yang baik dan santun. Tetapi, terlalu berlebihan jika penggunaan kata ini (anjay) dikenakan pasal pidana. Kita bisa merujuk Perpres Nomor 63 tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia," ungkap Dadang.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan