Komisioner KPAI bidang pendidikan, Retno Listyarti. Foto: Dok. KPAI
Komisioner KPAI bidang pendidikan, Retno Listyarti. Foto: Dok. KPAI

KPAI Apresiasi SKB Seragam Sekolah

Citra Larasati • 03 Februari 2021 23:05
Jakarta:  Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri antara Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas.  SKB tersebut mengatur ketentuan penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah negeri.
 
SKB 3 Menteri itu salah satunya mengatur tentang murid dan guru di sekolah negeri yang berhak memilih seragam dan atribut keagamaan yang dikenakan.  
 
“SKB tersebut menjawab sekaligus menghentikan berbagai polemik yang selama ini ada di sejumlah daerah, karena munculnya berbagai aturan terkait seragam di lingkungan sekolah bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan yang dinilai cenderung diskriminatif dan intoleran di sekolah-sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah,” ujar Komisioner KPAI Bidang Pendidikan. Retno Listyarti, Rabu, 3 Februari 2021.

Dalam ketentuan SKB 3 Menteri tersebut, peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan berhak memilih antara seragam sekolah dan atribut tanpa kekhususan agama, atau dengan kekhususan agama. Pemerintah daerah dan sekolah tidak boleh lagi 'mewajibkan' ataupun “melarang” seragam dan atribut dengan kekhususan agama tersebut.
 
Namun, khusus peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan di Provinsi Nanggroë Aceh Darussalam (NAD) dikecualikan dari ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pemerintahan NAD. 
 
Baca juga:  Langgar SKB Seragam Sekolah, Dana BOS Bakal Kena Getahnya
 
Ketentuan bahwa peserta didik dan pendidik berhak memilih seragam sekolah dan atribut tanpa kekhususan agama, atau dengan kekhususan agama merupakan perwujudan dari Hak Asasi individu sesuai keyakinan pribadinya. Hal ini penting ditekankan, karena melarang menggunakan maupun mewajibkan menggunakan, semuanya melanggar hak asasi manusia (HAM).
 
"Padahal pendidikan harus diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan, nondiskriminatif dan menjunjung tinggi HAM,” tegas Retno. 
 
Retno menambahkan bahwa, menutup aurat bagi muslimah memang kewajiban, namun caranya dalam prinsip mendidik tidak dapat dilakukan dengan paksaan, harus dengan membangun kesadaran terutama bagi anak-anak.
 
"Berikan pengetahuan, edukasi dan contoh (model) terlebih dahulu, sehingga anak memiliki kesadaran pribadi tanpa merasa terpaksa melakukannya dan benar-benar yakin saat memutuskan menggunakannya, jadi tidak dipandang hanya sekedar seragam, namun menyadari makna mengapa harus menutup aurat," terang Retno.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan