"Kasus intoleransi di sekolah yang dilakukan secara terstruktur bukanlah kasus baru. Dalam catatan kami misal, pernah ada kasus seperti pelarangan jilbab di SMAN 1 Maumere 2017 dan di SD Inpres 22 Wosi Manokwari tahun 2019," kata Kabid Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul, dalam keterangannya, Senin, 25 Januari 2021.
Bahkan, kata Iman, jauh sebelumnya pada 2014 sempat terjadi pada sekolah-sekolah di Bali. Dia pun menduga kasus pemaksaan jilbab, baik yang mewajibkan maupun larangan berjilbab masih tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Baca juga: P2G: Orang Tua Harus Berani Laporkan Kasus Intoleransi
Aturan daerah dan atau sekolah yang mewajibkan siswi nonmuslim memakai jilbab dan aturan larangan siswi muslim menggunakan jilbab adalah bentuk pelanggaran pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD). Aturan itu menyalahi prinsip toleransi dan prinsip Bhinneka tunggal ika.
Iman melihat perkara itu seolah dibiarkan oleh pemerintah. Pemerintah sejauh ini malah mendiamkan dan melakukan pembiaran terhadap adanya regulasi daerah bermuatan intoleransi di sekolah.
Padahal cara berpakaian keagamaan atau memilih tidak memakainya tidak bisa mempengaruhi hak siswa dalam mendapat pelayanan pendidikan. Hal itu pun telah dijamin dalam berbagai UU, dan secara khusus pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 45 Tahun 2014 tentang Seragam Sekolah Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
"Ekspresi cara berpakaian semestinya tidak menjadi penghalang dalam mendapatkan hak atas pendidikan seperti diamanatkan Pasal 31 UUD 1945," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id