Wisudawan UGM, Nikita Nur Hijriyati. DOK UGM
Wisudawan UGM, Nikita Nur Hijriyati. DOK UGM

Upaya Berliku Nikita, Penyandang Disabilitas Berhasil Lulus dari UGM

Renatha Swasty • 30 Mei 2024 17:09
Jakarta: Keterbatasan tak membuat Nikita Nur Hijriyati berpasrah. Nikita melanjutkan studi di Universitas Gadjah Mada (UGM) hingga berhasil diwisuda pada Upacara Program Sarjana dan Sarjana Terapan Periode III Tahun Akademik 2023/2024.
 
“Saya bersyukur bisa lulus dan diwisuda dari Program Studi D4 Pembangunan Ekonomi Kewilayahan. Alhamdulilah,” kata penyandang disabilitas Hard of Hearing dan minor cerebral palsy itu dikutip dari laman ugm.ac.id, Kamis, 30 Mei 2024.
 
Upaya Nikita menyelesaikan studi cukup berliku. Sebagai penyandang hard of hearing dan minor celebral palsy, ia mesti mengandalkan lip reading atau membaca gerak bibir dalam perkulihan. Visual dan auditori menjadi tipe gaya belajarnya selama 6 tahun 8 bulan.

Ia bersyukur karena selama perkulihan dosen memperlakukannya dengan baik. Dosen memberi jalan untuk memudahkan mengikuti perkuliahan, terutama terkait dengan listening dalam praktikum bahasa Inggris dan tugas-tugas presentasi.
 
“Para dosen baik dan memaklumi tulisan tangan saya buruk karena tidak bisa menulis rapi,” cerita dia.
 
Nikita mengaku mendapatkan pengalaman berkesan dan tidak akan pernah ia lupakan yaitu saat mengikuti Kuliah Kerja Nyata. Meski KKN online, ia ditunjuk menjadi koordinator mahasiswa tingkat sub unit (kormasit).
 
Dengan penunjukan itu, ia membuktikan seorang disabilitas mampu menjadi koordinator dan berkomunikasi dengan masyarakat walaupun dalam kondisi pandemi. Selama kuliah, dia juga aktif berkegiatan di UKM Peduli Difabel untuk memperjuangkan pendirian Unit Layanan Disabilitas yang tidak lama lagi akan diresmikan.
 
“Para dosen di kampus sebenarnya juga mengajak saya terlibat kegiatan asistensi, seperti akreditasi prodi dan penelitian dan saya sangat bersyukur dengan banyak aktif di berbagai kegiatan, saya pun berkesempatan mendapat Beasiswa Pertamina Sobat Bumi pada 2019,” beber dia.
 
Perjalanan Nikita di masa lampau tidak selalu mulus. Saat duduk di bangku kelas XI SMA, ia pernah dikeluarkan dari kelas ekonomi pada saat ulangan harian. Hal ini dikarenakan guru pengampu tidak tahu dirinya tidak bisa mendengar dan tidak bisa menulis cepat.
 
Peristiwa ini begitu melukainya dan membuatnya sempat membenci pelajaran ekonomi. Di sisi lain, ia munyukai pelajaran geografi yang pada akhirnya menuntunnya memilih Program Studi D4 Pembangunan Ekonomi Kewilayahan UGM.
 
“Sempat saya benci mata pelajaran ekonomi. Namun seiring setelah kuliah, saya menjadi suka ekonomi. Terima kasih untuk Kak Jesita Mapres FEB angkatan 2016 telah membuat saya sadar bahwa ilmu ekonomi ini amat luar biasa,” ungkap dia.
 
Nikita terlahir sudah menyandang minor celebral palsy dan saat duduk di bangku Sekolah Dasar pendengarannya mulai mengalami gangguan karena sakit. Bahkan, sewaktu kecil hampir tidak bisa berjalan dan baru bisa berjalan normal pada umur 2 tahun.
 
Meski tinggal di desa Nginggil, Bendo, Sukodono, Sragen, Nikita melalui sebagian pendidikan di kota. Kedua orang tuanya merestui mesti jauh dari rumah.
 
Dia melalui pendidikan Sekolah Menegah Pertama di SMP IT Az-Zahra Sragen dan SMA Negeri 1 Sragen. Nikita mengaku selalu disekolahkan orang tuanya di sekolah umum dan tidak pernah di sekolah luar biasa.
 
“Kendalanya saya didiskriminasi dan sama teman pernah diejek juga. Karena tidak bisa berolahraga, saya selalu ada tugas tambahan untuk pelajaran olahraga. Untuk teori itu saya bisa dan sempat masuk SMA favorit yaitu SMA 1 Sragen selama setahun. Tetapi kemudian pindah karena tidak betah dengan perlakuan teman dan guru,” kenangnya bersedih.
 
Lulusan dengan IPK 3,37 itu berharap mendapatkan pekerjaan layak dan bisa melanjutkan pendidikan S2 dengan pembiayaan LPDP. Ia sangat berharap terus bisa berkontribusi untuk masyarakat terutama dalam memperjuangkan hak disabilitas.
 
Menurut Nikita, UGM sudah cukup mampu memberikan layanan yang dibutuhkan mahasiswa disabilitas. Ia mengaku dosennya baik-baik dan suportif yang menjadikannya bisa belajar hal terkait spasial di program studi yang ditekuninya.
 
Ia juga mampu menemukan banyak teman di UKM Peduli Difabel UGM yang sudah dianggapnya sebagai keluarga sendiri. Akhirnya, ia mampu menjalin banyak relasi.
 
“Sedihnya pernah kehilangan laptop saat mengerjakan tugas akhir. Saya berharap nantinya ada semacam kerja sama antara kampus dengan pemerintah, perusahaan, organisasi terkait penyediaan lapangan kerja untuk fresh graduate disabilitas,” harap dia.
 
Suripto, ayahnya yang seorang guru dan Eny Muryaningsih, ibunya yang seorang tenaga kesehatan mengucap syukur atas karunia Rahmat Allah Swt. yang menjadikan Nikita mampu menyelesaikan pendidikan dan lulus dari UGM. Keduanya sangat berharap ilmu yang didapatkan bermanfaat, berkah, dan Nikita segera bisa mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.
 
“Sebagai orang tua tentu merasa terharu, bangga melihat Nikita bisa menyelesaikan studi di UGM. Walaupun dengan keterbatasan yang dimiliki masih bisa berkompetensi dalam meraih cita cita. Semoga ini bisa menginspirasi untuk kedua adiknya, Hanifah dan Hanif,” ujar Suripto.
 
Baca juga: Cerita Aliman, Sarjana Pertama di Keluarga yang Jadi Wisudawan Terbaik FEB UGM

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan