"Dalam hal ini kegagapan menggunakan teknologi (guru gaptek) untuk pembelajaran jarak jauh," kata Satriwan dalam diskusi daring Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan FSGI di Jakarta, Rabu, 1 April 2020.
Satriwan menjelaskan, salah satu contoh kegagapan guru belajar daring terlihat dari cara guru yang hanya menggunakan aplikasi pesan singkat seperti Whatsapp untuk memberi tugas kepada siswa. Proses pengumpulan tugas pun dilakukan dengan cara yang sama.
"Guru tak memberi materi maupun ruang bagi siswa untuk berdiskusi," tegas Satriwan.
Menurut Satriwan, situasi ini justru membuat pembelajaran jadi tidak menyenangkan bagi siswa. Apalagi, jika setiap guru mata pelajaran melakukan cara yang sama.
"Ini kan filosofi mendidik siswa membahagiakan, memerdekakan siswa, seolah-olah dengan teknologi tidak tercapai. Bukan memerdekakan, membelenggu guru termasuk siswa padahal punya filosofi Merdeka Belajar," jelasnya.
Satriwan mengatakan, situasi ini dipicu oleh kompetensi guru yang masih rendah. Ia mengungkapkan, hasil rata-rata nasional Ujian Kompetensi Guru (UKG) pada 2015 yang hanya 56,69. Padahal, targetnya adalah 80.
Baca: Kemendikbud Akui Pengisian Nilai Rapor Berpotensi Dimanipulasi
Hasil nilai rata-rata UKG semua guru di DKI Jakarta pada 2019 justru turun menjadi 54. "Turun dari 2015. Padahal DKI parameter pendidikan,” terangnya.
Ia pun menyoroti soal pelatihan yang tidak memberi dampak kepada peningkatan kompetensi guru. Padahal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggelontorkan dana mencapai Rp900 miliar untuk program ini pada 2019.
"Tidak berdampak terhadap kompetensi guru, ini otokritik," ujarnya.
Satriwan mengatakan, kondisi guru di daerah bisa jadi lebih parah. Berdasarkan neraca pendidikan daerah, kata dia, alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk sektor pendidikan masih banyak di bawah 10 persen.
Padahal, Pasal 31 ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan alokasi anggaran pendidikan minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun APBD.
"Item-item pendidikan banyak, ada pelatihan guru. Bayangkan pelatihan berkualitas seperti apa dari anggaran di bawah 10 persen,” ucap Satriwan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News