Ilustrasi: Medcom
Ilustrasi: Medcom

AGSI Minta Dilibatkan Dalam Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia.

Citra Larasati • 27 Mei 2025 23:37
Jakarta:  Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) memberikan dukungan kepada pemerintah untuk menuliskan ulang Sejarah Indonesia. Namun AGSI juga memberikan catatan, penulisan ulang sejarah Indonesia tersebut harus tetap memperhatikan saran atau kritik dari publik, dan memberi ruang bagi munculnya beragam tafsir dan narasi secara alternatif.
 
Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia, Sumardiansyah Perdana Kusuma mengatakan, sejarah senantiasa mengingatkan tentang dari mana seseorang berasal, bagaimana keadaan hari
ini, dan mau melangkah kemana di masa depan. Laksana akar yang tertanam kokoh, sejarah
juga merupakan titik tumpu dari kehidupan manusia.
 
Menurut Sumardiansyah, sejarah bukanlah benda statis, ia dinamis dan bisa berubah seiring ditemukannya sumber, data, fakta, dan penafsiran-penafsir an baru. "Sejarah akan selalu aktual dan relevan dengan kehidupan manusia," kata Sumardiansyah dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa, 27 Mei 2025.

AGSI berharap pemerintah dapat merangkul berbagai elemen organisasi profesi atau komunitas kesejarahan. Seperti Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI), Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI), Perkumpulan Prodi Pendidikan Sejarah Se-Indonesia (P3SI), Perkumpulan Prodi Sejarah Indonesia (PPSI), Asosiasi Dosen Sejarah Peradaban Islam se-Indonesia sejarah, Komunitas Historia Indonesia (KHI) untuk ikut terlibat dalam proyek penulisan ulang Sejarah Indonesia.
 
"Kami juga berharap hasil dari penulisan SNI dapat menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum pendidikan sejarah serta referensi terpercaya bagi masyarakat, khususnya kalangan guru, dosen, mahasiswa, dan peserta didik yang ingin mempelajari sejarah bangsanya," kata dia.
 
Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) sebagai organisasi profesi yang menaungi guru guru sejarah SMA, SMK, MA, MAK dengan keanggotaan tersebar di 38 provinsi meyakini sejarah sebagai satu instrumen penting yang menopang eksistensi negara dan mendorong pembangunan nasional sesuai jati diri bangsa. 
 
Sehingga, penulisan ulang sejarah Indonesia perlu direkonstruksi untuk memperkuat memori kolektif, meneguhkan nasionalisme, dan menghadirkan rasa bangga sebagai bangsa. "Perspektif indonesiasentris dalam penulisan sejarah bisa diusung, dengan tanpa mengabaikan nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan kaidah keilmuan," terangnya.
 
Baca juga: Alasan Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Fadli Zon: Belum Ada Era Habibie hingga Jokowi

Sumardiansyah juga mengingatkan, penulisan sejarah harus memberikan perhatian kepada mereka yang selama ini perannya dalam sejarah seolah terpinggirkan, seperti orang-orang  peranakan (Tionghoa, Arab, India, Eropa), penduduk Papua, kaum perempuan, rohaniawan (ulama, santri, pendeta), petani nelayan, buruh, jurnalis, guru, dan masyarakat adat.
 
"Pemerintah harus bijaksana serta berhati-hati dalam memberi tafsir dan menuliskan sejarah yang berkaitan dengan isu-isu kontroversial atau peristiwa-peristiwa sensitif di masa lalu, terutama terkait kasus pelanggaran HAM berat," kata Sumardiansyah.
 
AGSI juga mendesak pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Sains, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk memperkuat posisi sejarah. Yakni dengan memasukan frase Sejarah Indonesia dalam RUU Sistem Pendidikan Nasional.
 
"Ini agar menjadi muatan mata pelajaran wajib pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, serta muatan mata kuliah wajib pada jenjang pendidikan tinggi," kata Sumardiansyah.
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan