Bandung: Jelang Idulfitri, masyarakat Indonesia punya tradisi mengirimkan hantaran yang dikenal dengan sebutan parsel atau hamper kepada kerabat, handai tolan, tetangga, ataupun kepada yang membutuhkan. Selain wujud belas kasih, tradisi ini menjadi bagian dalam sejarah perjalanan panjang bangsa Indonesia.
Sejarawan kuliner Universitas Padjadjaran (Unpad) Fadly Rahman mengemukakan, bila melihat dari sisi historis, tradisi mengirimkan hantaran dipengaruhi oleh dua masa kebudayaan, yaitu prakolonial serta kebudayaan kolonial.
"Tradisi ini memang khas menunjukkan kerukunan masyarakat agraris di Nusantara," ujar Fadly, mengutip siaran pers Unpad, Rabu, 12 Mei 2021.
Di masa prakolonial, tradisi mengirimkan hantaran banyak dilakukan masyarakat pada hari yang memiliki momen khusus, seperti ketika hari raya panen hingga hari raya keagamaan. Hantaran diberikan antar tetangga sebagai bentuk ekspresi rasa syukur atas limpahan hasil pangan.
Tidak hanya antar tetangga, tradisi ini juga dilakukan masyarakat agraris kepada pihak kerajaan. Di hari raya, rakyat biasa mengirimkan upeti kepada kerajaan berupa makanan dan bahan pangan sebagai bentuk syukur kepada penguasa.
Baca: Perguruan Tinggi Diharapkan Segera Siapkan Program Akademik Halal
Fadly menuturkan, jenis makanan yang menjadi hantaran di masa prakolonial berupa kudapan tradisional, seperti rengginang, dodol, dan wajit yang beken di kalangan masyarakat lokal. Seiring masa kolonial masuk, tradisi ini tetap dipertahankan oleh masyarakat, tetapi ada dinamika di dalamnya.
Fadly menjelaskan, dinamika terlihat dari wujud makanannya. Pada masa ini, kudapan yang berasal dari benua Eropa mulai menjadi hantaran, selain kudapan lokal. Sebut saja jenis kue nastar, kastengel, hingga putri salju.
"Dulu kue-kue yang dibuat keluarga Eropa dijadikan hantaran antar kaum priyayi. Masyarakat Muslim kalangan priyayi pada masa lalu itu menerima hantaran dari orang Eropa," paparnya.
FOLLOW US
Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan