Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia (IKK-Fema) IPB University Tin Herawati. Humas IPB.
Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia (IKK-Fema) IPB University Tin Herawati. Humas IPB.

Heboh Promosi Pernikahan Anak, Begini Kata Pakar Keluarga IPB

Arga sumantri • 16 Februari 2021 11:27
Bogor: Promosi anjuran menikah di usia dini oleh penyelenggara pernikahan Aisha Wedding menjadi sorotan publik. Iklan tersebut dinilai tak sesuai dengan budaya sekaligus aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
 
Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia (IKK-Fema) IPB University Tin Herawati menekankan, usia ketika menikah jadi salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam pernikahan, sebab berkaitan erat dengan kematangan fisik, emosi, dan ekonomi. Khusus bagi perempuan, persiapan usia juga berkaitan dengan kesiapan kehamilan dan kesiapan menerima kehadiran bayi yang dilahirkan.   
 
Ketidaksiapan usia saat menikah atau dikenal dengan pernikahan anak masih banyak terjadi di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS, 2000) menyebut prevalensi perkawinan anak pada tahun 2018 adalah 11.21 persen atau lebih dari 1 juta perempuan berusia 20-24 tahun melangsungkan perkawinan pertama sebelum usia 18 tahun. Sebanyak 0,56 persen (61,3 ribu) perempuan usia 20-24 tahun melangsungkan perkawinan pertama sebelum usia 15 tahun.

Baca: Rerie: Pemahaman Risiko Menikah Usia Dini Mesti Didongkrak
 
Pernikahan anak yang disertai dengan kurangnya persiapan akan menimbulkan tugas-tugas dalam kehidupan keluarga kurang berjalan baik dan rendahnya kepuasan pernikahan sehingga memiliki risiko perceraian yang lebih besar. Hasil penelitian menunjukkan, pernikahan anak memiliki kesiapan menikah yang rendah, terutama kesiapan finansial, mental, intelektual dan kesiapan kehidupan berkeluarga. 
 
Pelaku pernikahan anak pada umumnya memiliki pendidikan rendah yang berdampak pada pendapatan yang diterima. Bahkan, ada juga yang belum memiliki sumber pendapatan, dan akan berdampak pada rendahnya kepuasan pernikahan.
 
 

Ia mengatakan, untuk memasuki gerbang pernikahan, seseorang harus mampu memperoleh sumber daya ekonomi untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga. Jika hal tersebut tidak terpenuhi maka akan muncul permasalahan dalam kehidupan keluarga yang berujung pada perceraian.
 
Menurutnya, usia pernikahan di Indonesia telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 7 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 16 tahun 2019 tentang Perkawinan menyebutkan, perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.
 
Baca: Viral Wedding Organizer Anjurkan Pernikahan Anak, Ini Kata Menteri PPA
 
Di samping itu, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak. Dalam Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. 
 
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan anak adalah rendahnya pengetahuan orangtua,  kondisi ekonomi, budaya, dan kehamilan di luar nikah akibat seks bebas.
 
"Kesiapan mental yang rendah pada pernikahan anak biasanya dihadapkan pada ketidaksiapan menghadapi situasi setelah menikah, termasuk tidak siap dalam mengasuh anak yang dilahirkannya," ujar Tin mengutip siaran pers IPB University, Selasa, 16 Februari 2021.
 
 

Tin Herawati menjelaskan kesiapan mental sangat penting untuk menyiapkan kemungkinan yang terjadi dan mengantisipasi risiko dalam kehidupan pernikahan. Jika tidak memiliki kesiapan mental maka akan tertekan dan stres ketika menghadapi permasalahan pernikahan.
 
Rendahnya kesiapan intelektual pada pernikahan anak ditunjukkan dengan belum optimalnya mempersiapkan pengetahuan dan informasi terkait kehidupan pernikahan, cara merawat kehamilan, mengasuh anak dan mengelola keuangan.
 
Dengan kesiapan intelektual yang baik, menurutnya, maka semakin banyak pengetahuan dan informasi yang diperoleh yang dapat membantu mengatasi permasalahan atau hambatan. Jika tidak memiliki kesiapan intelektual maka akan menyebabkan kesalahan dalam memecahkan masalah yang dapat memicu pertengkaran.  
 
Pada umumnya, pelaku pernikahan anak belum memahami tentang kehidupan keluarga. Termasuk, tidak paham dalam melaksanakan fungsi, peran dan tugas dalam kehidupan berkeluarga. Hal ini bisa memicu konflik dalam keluarga dan berujung pada perceraian.
 
"Mengingat beberapa permasalahan yang ditemukan pada pernikahan anak, maka sebaiknya pernikahan disiapkan dengan baik untuk mencapai tujuan yaitu keluarga bahagia," ujarnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(AGA)
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan