Dikutip dari kanal YouTube BRIN, penemuan ini pertama kali terjadi pada 2 September 2003, saat seorang tenaga lokal menggali dan menemukan bagian kepala kerangka manusia purba. Arkeolog Thomas Sutikna bersama tim dari Pusat Riset Arkeometri BRIN segera menghentikan penggalian kasar dan menggunakan peralatan halus seperti bambu runcing untuk menyingkap temuan secara perlahan.
Liang Bua sendiri merupakan gua karst yang terletak di ketinggian sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut. Dengan mulut gua yang menghadap timur laut, lingkungan sekitarnya subur, lengkap dengan sungai, sawah berbentuk lingkaran khas lingko, serta ventilasi alami yang mendukung kehidupan prasejarah. Kondisi ini menjadikan Liang Bua tempat ideal sebagai hunian manusia zaman dahulu.
Yang membuat penemuan ini semakin mencengangkan adalah karakteristik Homo floresiensis lebih primitif dibandingkan dengan Homo erectus dan Homo sapiens. Volume otaknya jauh lebih kecil, namun ia hidup relatif “muda” dalam skala geologis, yakni sekitar 100.000 hingga 60.000 tahun lalu. Fakta ini memunculkan dugaan spesies ini bisa jadi hasil evolusi terisolasi atau bahkan keturunan dari manusia yang lebih tua lagi.
“Sejak ditemukan, Homo floresiensis menjadi teka-teki besar. Ia tak masuk dalam jalur migrasi manusia modern dari Afrika yang dikenal lewat teori Out of Africa,” ujar Thomas dalam wawancara BRIN. “Keberadaannya justru memperluas peta evolusi dan migrasi manusia purba di Asia Tenggara.”
Sejak 1950-an, Liang Bua memang sudah mencuri perhatian. Misionaris Belanda, Theodor Verhoeven, menemukan pecahan tembikar dan batu yang mengindikasikan jejak hunian manusia purba. Namun baru pada 2003, penemuan The Hobbit benar-benar mengguncang dunia.
Baca juga: Peneliti Teliti Aroma Tubuh Mumi, Ternyata Enggak Bau Busuk |
Untuk menjaga keaslian data, tim peneliti menerapkan prosedur ketat. Mulai dari penggalian dengan alat halus, pemetaan tiga dimensi, hingga pengambilan sampel DNA menggunakan protokol bebas kontaminasi. BRIN juga bekerja sama dengan Max Planck Institute di Jerman untuk mengeksplorasi kemungkinan mendapatkan DNA purba dari tulang-tulang ini, meski tantangannya tinggi karena kondisi tropis.
Selain fosil manusia, para ilmuwan juga menemukan sisa gajah kerdil Stegodon serta burung bangau raksasa di sekitar fosil Homo floresiensis. Temuan ini menunjukkan Flores memiliki ekosistem unik yang mungkin berperan dalam evolusi makhluk hidup yang tinggal di sana.
Ada dua hipotesis utama soal asal-usul spesies ini. Pertama, mereka adalah keturunan Homo erectus yang mengalami pengerdilan akibat isolasi pulau. Kedua, mereka mungkin berasal dari nenek moyang Homo yang lebih primitif, mirip dengan Australopithecus di Afrika.
Lebih dari sekadar penemuan fosil, keberadaan Homo floresiensis membuktikan manusia modern pernah hidup berdampingan dengan spesies lain dari genus Homo. Penemuan ini juga membalik anggapan lama bahwa persebaran manusia purba hanya sampai Jawa.
Dengan ditemukannya spesies ini di Flores, yang tidak pernah terhubung ke daratan utama saat zaman es, para peneliti bahkan sempat membuktikan kemungkinan penyeberangan laut oleh manusia purba menggunakan rakit sederhana.
Peneliti BRIN menegaskan evolusi manusia tidaklah linier, melainkan bercabang seperti semak belukar. Homo floresiensis adalah salah satu cabang unik yang membuka babak baru dalam sejarah manusia.
Penelitian di Liang Bua masih terus berlanjut hingga kini. Harapannya, suatu hari nanti teka-teki genetik dan jalur migrasi awal manusia ke Nusantara bisa terjawab sepenuhnya. Dunia menunggu, dan semuanya bermula dari sebuah gua sunyi di Flores. (Antariska)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id