Namun, pernahkah kita bertanya, mengapa justru tanggal 28 April yang terpilih? Di balik angka itu tersembunyi sebuah narasi menyentuh, sebuah penghormatan mendalam kepada seorang maestro puisi modern Indonesia yaitu Chairil Anwar, sang 'Binatang Jalang' yang abadi.
Tanggal 28 April 1949 menjadi hari ketika suara lantangnya terbungkam di Jakarta. Namun, justru di hari kepergiannya itulah, warisannya berupa puisi-puisi yang membakar semangat terus berkumandang. Lahir di Medan pada 26 Juli 1922, hidup Chairil Anwar adalah maraton kata yang tak pernah usai, jejaknya terpatri kuat dalam perkembangan sastra Tanah Air.
Puisi AKU, salah satu mahakaryanya, adalah representasi utuh dari gejolak jiwanya yang penuh keberanian, kesetiaan pada prinsip, dan semangat tak pernah padam menghadapi liku kehidupan. Lebih dari sekadar curahan hati pribadi, karya-karya Chairil Anwar menangkap denyut nadi zamannya, merefleksikan semangat perjuangan dan perubahan di awal kemerdekaan Indonesia. Sikapnya yang tanpa gentar, dipadukan dengan kerendahan hati dan kobaran semangat, telah menjadi suluh inspirasi bagi penyair dan pembaca lintas generasi.
Baca juga: Puisi Karya Chairil Anwar Mejeng di Stasiun Kereta Bawah Tanah Seoul Korsel |
Uniknya, Hari Puisi Nasional tidak dirayakan pada hari kelahirannya, seperti tradisi peringatan tokoh pada umumnya. Pemilihan tanggal 28 April, hari wafatnya, adalah sebuah langkah simbolis sarat makna. Ini adalah bentuk penghormatan tertinggi bukan hanya pada sosoknya, tetapi juga pada legasi karyanya yang tak lekang dimakan waktu.
Keputusan ini bahkan terasa puitis, seolah meniru dramatisasi yang sering kita jumpai dalam larik-larik puisi. Peringatan ini bukan sekadar ritual mengenang, melainkan sebuah ajakan untuk merenungkan kedalaman makna yang tersembunyi di balik setiap kata, setiap metafora, dan setiap rima. Lebih dari itu, Hari Puisi Nasional adalah seruan menghidupkan kembali gairah berpuisi di tengah masyarakat Indonesia.
Chairil Anwar bukan hanya seorang penyair yang mendobrak pakem puisi lama dengan gaya revolusioner. Ia juga seorang pembelajar sejati, dengan dahaga ilmu yang tak pernah terpuaskan. Semangatnya untuk terus menggali khazanah sastra dunia telah memperkaya karyanya dengan lapisan-lapisan makna dan inspirasi abadi.
Meski telah tiada, jejak Chairil Anwar dalam sastra Indonesia tetap membekas begitu dalam. Puisi-puisinya telah melanglang buana, diterjemahkan ke berbagai bahasa, membuktikan pesan yang disampaikannya bersifat universal. Terlepas dari riuh rendah kritik yang pernah menghampirinya, karya-karya 'Si Binatang Jalang' tetap bersinar sebagai permata dalam khazanah sastra Indonesia.
Selamat Hari Puisi Nasional! Mari kita teruskan warisan Chairil Anwar, merayakan keindahan kata, dan menjadikan puisi sebagai bagian tak terpisahkan dari denyut nadi kehidupan bangsa.
(Antariska)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id