Ada sejumlah pertimbangan orang tua mendaftaran anak mereka di salah satu sekolah. Salah satunya pendidikan yang diterima anak.
SMP Negeri 7 Makassar menjadi salah satu sekolah yang diserbu orang tua murid. Orang tua senang dengan pembelajaran yang diberikan sebagai penerapan Sekolah Penggerak.
"PPDB kemarin baru dibuka jam 8 pagi sudah 700 pendaftar. Animo masyarakat memasukkan anaknya ke SMP 7 terlebih lagi mereka lihat program-program ini sangat besar," kata Kepala PPDB SMP Negeri 7 Makassar, Nasmur M T Kohar di lokasi, Kamis, 23 Juni 2022.
Nasmur menyebut angka itu naik dari tahun-tahun sebelumnya. Namun, pihaknya hanya membuka kuota 350.
SMP Negeri 7 Makassar baru setahun menjalankan program Sekolah Penggerak. Selama penerapan program itu, sekolah sudah melakukan berbagai proyek yang melibatkan anak-anak dan guru.
Melalui Sekolah Penggerak dengan Kurikulum Merdeka, anak-anak dijatah mesti melakukan proyek 25 persen. Kepala Sekolah SMP Negeri 7 Makassar Muhammad Nasir mengungkapkan pihaknya menerapkan sistem blok di mana 5-6 pekan digunakan untuk proyek.
"Anak-anak berhenti sebentar, setop. Masuk ke profil Pelajar Pancasila dengan aktivitas mengembangkan kreativitas, nalar kritis, kemandirian, dan gotong royong," beber dia.
Nasir mengatakan sudah ada tujuh proyek yang dibuat guru dan siswa, antara lain hidroponik, pembuatan abon, komposter pupuk, agen anti bullying, hingga menghidupkan kembali sastra lisan Makassar, Kelong. Seluruh proyek itu dikerjakan di luar sekolah dengan melibatkan pihak-pihak yang ahli di bidangnya.
Pembuatan abon misalnya, siswa-siswa belajar langsung dari UMKM pembuat abon di Makassar. Setelah belajar, siswa mempraktikkan.
Saat ini, abon buatan siswa SMP Negeri 7 Makassar sudah diproduksi. Bahkan, bakal dipamerkan dalam Borobudur Student Festival 2022 di Magelang pada 27 Juni-2 Juli 2022.

Guru Penggerak Nasmur M T Kohar (kedua dari kiri) dan Kepsek SMP Negeri
7 Makassar M Nasir. Medcom.id/Renatha Swasty.
Siswa juga dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) terbesar di Kota Makassar. Mereka mempelajari soal daur ulang sampah.
"Baru pertama kali ini anak sekolah dibawa ke TPA," kata Nasmur.
Murid juga pernah dibawa ke kantor Bupati untuk bertanya-tanya soal kepemiluan. Siswa bahkan menciptakan alat penyuling air sendiri.
Nasmur yang juga Guru Penggerak mengungkapkan proyek yang dikerjakan itu kerap dipamerkan dalam media sosial kepala sekolah. Hal itu menarik perhatian kepala sekolah maupun orang tua yang tak menyekolahkan anaknya di SMP Negeri 7.
"Saya dapat cerita dari kepsek SD, banyak dari SD itu, orang tua mau menyekolahkan anaknya di SMP Negeri 7," timpal Nasir.
Nasmur menyebut tak cuma orang luar yang iri, orang tua murid SMP Negeri 7 juga kerap iri. Dia bercerita saat pandemi hanya boleh 50 persen siswa masuk sekolah, orang tua mengeluh.
"Waktu lagi pandemi lagi tinggi-tinggi, cuma boleh 50 persen yang masuk dan sudah divaksin. Lalu ada orang tua murid mengeluh, 'Pak kenapa anak saya tidak divaksin, supaya bisa ikut program'," beber Nasmur.
Nasir mengatakan Sekolah Penggerak dengan sejumlah proyeknya membuat anak-anak menjadi lebih bahagia. Pembelajaran di kelas juga kondusif lantaran anak dibebaskan memilih sesuai keinginannya.
"Kurikulum Merdeka dengan program di samping ekstrasurikuler sangat mendukung intrakurikuler, diberi ruang bagi anak dan guru. Selama ini guru parsial. (Sekarang) kolaborasi bersama bergabung membuat prakarya seni budaya untuk masuk proyek tadi," kata Nasir.
Baca: Siswa SMA Plus Budi Utomo Makassar 'Hadirkan' Sulawesi Selatan Lewat Makanan
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News