Ilustrasi. Medcom
Ilustrasi. Medcom

Mengenal People Pleaser: Ciri dan Cara Mengatasi

Renatha Swasty • 10 Februari 2023 13:25
Jakarta: Akhir-akhir ini istilah people pleaser tengah booming yang merujuk seseorang yang tidak bisa menolak permintaan orang lain. Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Smita Dinakaramani, menjelaskan people pleaser merupakan pelabelan informal bagi individu yang memiliki keinginan kuat untuk menyenangkan orang lain.
 
"People Pleaser basically membantu dengan motif untuk menyenangkan orang lain meski itu merugikan dirinya sendiri. Itu perbedaanya dengan orang yang benar-benar mau membantu, bisa memetakan kapasitasnya sampai mana bisa membantu atau tidak," papar Smita dikutip dari laman ugm.ac.id, Jumat, 10 Februari 2023.
 
Smita mengungkapkan terdapat beberapa ciri yang mencerminkan people pleaser, yakni memprioritaskan kepentingan maupun perasaan orang lain dibandingkan dengan diri sendiri. Bahkan, bila hal tersebut merugikan diri sendiri tidak menjadi persoalan bagi people pleaser.

"People pleaser akan menaruh kebutuhan diri sendiri pada urutan paling akhir. Perasaan, kebutuhan, serta opini diri tidak lebih penting dari orang lain,"ucap dia.
 
Dosen Fakultas Psikologi UGM ini menjelaskan ciri lain people pleaser yakni ingin terlihat sempurna. Smita menyebut dengan terlihat sempurna diharapkan dapat menyenangkan semua orang.
 
Sementara itu, ciri di luar diri people pleaser ini memiliki keinginan kuat semua orang untuk menyukai dirinya. Ada keinginan untuk mendapatkan validasi diri yang baik dari orang lain yang sangat kuat.
 
Smita mengatakan di samping itu membiarkan diri dimanfaatkan oleh orang lain. Lalu, mudah atau sering meminta maaf karena penuh dengan rasa bersalah maupun takut disalahkan.
 
“Ciri lain saat menolak atau menetapkan batasan kemudian muncul perasaan bersalah yang sangat mendalam,” tutur dia.
 
People pleaser juga takut terhadap konflik. Ada perasaan cemas, tidak nyaman, serta takut apabila tidak disetujui orang lain.
 
Smita mengatakan people pleaser bisa terjadi kepada siapa saja. Sebab, hal wajar memiliki keinginan agar disukai oleh orang lain.
 
“Ya ini bisa terjadi ke siapa saja karena pada dasarnya semua orang pengin diterima dan disukai,” ucap dia.
 
Smita menjelaskan ada banyak penyebab atau faktor pendorong seseorang menjadi people Pleaser. Salah satunya, kepercayaan diri (self esteem) rendah.
 
Dia menyebut saat melihat orang lain lebih keren orang dengan kepercayaan diri rendah akan menganggap perasaan maupun pendapatnya bukan hal penting dibandingkan dengan perasaan dan pendapat orang lain.
 
“Orang-orang dengan kepercayaan diri rendah kalau mengatakan Yes merasa jadi berguna, tetapi jika menyatakan No jadi merasa tidak berguna,” tutur dia.
 
Faktor lain, sikap people pleaser ditujukan untuk menghindari konflik dengan orang lain. Smita menyebut untuk menghindari konflik yang dilihat sebagai perbedaan menjadikan people pleaser berusaha menyamakan pendapatnya dengan orang lain.
 
Lalu, rasa cemas karena ingin bisa beradaptasi untuk bisa disukai orang lain. People pleaser memiliki kecemasan karena takut konflik dan ditolak.
 
“Semua motifnya ya agar semua suka,” kata dia.
 
Dia menuturkan faktor budaya juga menjadi salah satu pendorong orang menjadi people pleaser. Misalnya, suatu negara memiliki nilai-nilai memprioritaskan kebutuhan orang lain di atas kepentingan diri sendiri akan memengaruhi masyarakat di dalamnya menurunkan nilai tersebut.
 
Smita menyebut sikap people pleaser ini apabila terus berlangsung bisa mengakibatkan kelelahan fisik dan mental. Tak hanya itu, people pleaser berlebihan dapat berakibat sulitnya mengetahui keinginan diri sendiri (lost sense of self) karena segala yang dilakukan dan dipilih tergantung pada orang lain.
 
Lalu, bisa menyebabkan perasaan tertekan karena tidak menjadi dirinya sendiri. Penampilan juga terabaikan karena acuh terhadap kepentingan diri sendiri.
 
“Sikap people pleaser juga bisa berdampak pada hubungan sosial. Saat di tempat kerja berusaha baik ke semua orang lalu sampai rumah sudah capek fisik mental kalau tidak pandai mengelola emosi akhirnya mudah marah pada anggota keluarga,” tutur dia.
 
Smita membagikan tips berhenti menjadi people pleaser. Pertama, menanamkan pola pikir (mindset) untuk bisa menjaga diri sendiri. Smita mengatakan mengutamakan diri sendiri tidak berarti menjadi egois karena kebahagiaan orang lain bukan menjadi tanggung jawab utamamu dan jangan menjadikannya sebagai beban.
 
Kedua, memahami kita tidak bisa membuat semua orang senang dan menyukaimu. Hal ini penting untuk dipahami agar tidak memaksakan diri terus menerus disukai orang lain karena akan mengakibatkan kelelahan fisik dan mental.
 
“Pahami tidak semua orang akan menyukai kita. Impossible bisa menyukai orang 100 persen, bahkan orang terdekat kita pun ada hal-hal yang tidak kita sukai,” jelas dia.
 
Ketiga, membuat batasan diri menolong orang lain. Kenali kemampuan diri, sejauh mana bantuan yang bisa diberikan.
 
Keempat, memahami berkonflik tidak selalu menjadi hal buruk. Mengutarakan pendapat berbeda dengan komunikasi sehat justru dapat meningkatkan hubungan.
 
Kelima, cobalah menahan diri untuk tidak spontan menerima permintaan orang lain. Misalnya, ada orang yang minta dibantu pekerjaannya atau permintaan tolong lainnya, coba untuk tidak langsung mengiyakan. Ambil waktu untuk memikirkan seberapa penting persoalnnya dan apakah kita berada dalam kapasitas bisa membantu.
 
Keenam, belajar untuk berkata tidak. Menolak hal yang tidak sesuai dengan perasaan maupun keinginan diri bukanlah berarti menjadi orang buruk ataupun menjatuhkan orang lain.
 
“Belajar pelan-pelan, coba sampaikan pendapat yang kita inginkan dahulu dan baru setelah itu menolak. Misal saat diminta untuk lembur sampai jam 9 malam, sampaikan saya keberatan kalau lembur sampai jam 9 malam karena masih harus mengurus keluarga di rumah dan tawarkan bagaimana jika lemburnya hanya sampai jam 6 saja,” tutur dia.
 
Smita mengatakan apabila cara-cara ini masih belum efektif, masih kesulitan menghilangkan sifat people pleaser bahkan sudah sangat menganggu ketenangan jiwa dan relasi sosial, jangan ragu meminta bantuan pada tenaga ahli atau profesional untuk berkonsultasi.
 
Baca juga: Orang Tua, Ini Tips Cegah Penculikan Anak dari Psikolog UGM

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan