Ilustrasi rumah. DOK Medcom
Ilustrasi rumah. DOK Medcom

Hati-Hati! Kecanduan Paylater Bisa Bikin Generasi Muda Sulit Punya Rumah

Renatha Swasty • 09 Februari 2023 11:28
Jakarta: Dosen Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (FEB UI), Prita Hapsari Ghozie, menyebut lima tahun mendatang generasi muda kelahiran 1981–1994 terancam tidak bisa membeli rumah. Hal ini karena kenaikan gaji tidak berimbang dengan harga rumah di pasaran.
 
Riset Rumah123.com dan Karir.com pada 2017 menemukan kenaikan gaji normal di luar promosi sepanjang 2016 rata-rata 10 persen, sedangkan lonjakan harga rumah minimal 20 persen.  
 
Prita mengatakan ketidakseimbangan antara kenaikan gaji dan kenaikan harga rumah bukan satu-satunya penyebab ketidakmampuan generasi muda membeli rumah. Dia menyebut budaya konsumtif anak muda untuk gaya hidup ialah penyebab lain mereka tidak mampu mempersiapkan kebutuhan di masa depan.

"Generasi muda yang memiliki pola konsumtif tinggi akan kesulitan untuk mencicil Kredit Kepemilikan Rumah (KPR)," kata Prita dalam keterangan tertulis, Kamis, 9 Februari 2023.   
 
Dia menuturkan pola konsumtif anak muda ini diperparah dengan kemudahan akses pembelian barang. Inovasi teknologi informasi di bidang keuangan atau yang dikenal dengan financial technology (fintech) di satu sisi melahirkan proses transaksi keuangan yang lebih praktis dan aman, namun di sisi lain dapat menjadi bumerang bagi generasi muda yang minim literasi keuangan.
 
"Salah satu yang dapat menjadi pisau bermata dua ini adalah fitur Buy Now Pay Later (BNPL) atau yang populer dengan sebutan paylater," tutur dia.
 
BNPL atau beli sekarang bayar nanti adalah pinjaman untuk dapat membeli barang kredit tanpa kartu kredit. Layanan ini memungkinkan konsumen membayar suatu transaksi di kemudian hari, baik dengan sekali bayar maupun dengan cicilan.
 
Fasilitas pinjaman ini juga sering disebut credit limit. Metode ini tengah menjadi opsi pembayaran menarik bagi masyarakat yang memiliki anggaran terbatas.  
 
Berbagai fintech sebagai platform penyedia layanan keuangan online, situs belanja daring, hingga layanan dompet digital menawarkan diversifikasi produk ke ranah pembiayaan kredit. Hingga kini, beragam jenis e-commerce telah menggandeng fintech untuk pengajuan pinjaman, seperti Gopay yang menyediakan fitur PayLater, OVO dengan OVO PayLater, dan berbagai perusahaan market place, seperti Traveloka, Shopee, Kredivo, dan sebagainya yang juga memberikan fasilitas paylater kepada penggunanya.  
 
Riset Kredivo dan Katadata pada Juni 2022 menunjukkan beberapa alasan pengguna memilih paylater sebagai metode pembayaran. Sebanyak 56 persen responden merasakan manfaat fleksibilitas dengan pembayaran cicilan paylater, 55 persen responden menilai kemudahan akses paylater yang membantu mereka mendapatkan kredit, dan 51 persen responden menilai paylater aman karena terintegrasi dengan e-commerce yang sudah terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).   
 
"Sayangnya, sistem pembayaran paylater ini mendorong kalangan muda terjerumus dalam perilaku konsumtif karena hanya dengan sentuhan layar mereka dapat membeli barang yang tidak terlalu dibutuhkan," tutur dia.
 
Bahkan, kata dia, sebagian dari mereka memesan makanan, tiket pesawat, dan hotel untuk berlibur meskipun sedang tidak memiliki uang. Akibatnya, banyak anak muda terjerat utang hingga puluhan juta karena tidak mampu melunasi pembayaran.
 
Prita mengatakan jerat utang yang menimpa pengguna paylater, khususnya anak muda, terjadi karena mereka belum berpenghasilan, tetapi sudah mengambil paylater. Mereka biasanya mengambil pinjaman di luar batas kemampuan dan melakukan skema gali lubang, tutup lubang sehingga di saat utang yang satu belum lunas, mereka justru mengambil utang baru.
 
"Candu belanja online yang dibarengi dengan minimnya literasi keuangan ini semakin memperburuk keadaan," ujar dia.
 
Prita menyebut perlu literasi terkait pengelolaan keuangan bagi generasi muda. Berdasarkan framework dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), ada tiga komponen utama dalam mengukur literasi keuangan, yaitu pengetahuan (knowledge), tingkah laku (behaviour), dan sikap (attitude). Literasi keuangan dapat membentuk perilaku generasi muda agar tidak konsumtif saat berbelanja.
 
“Literasi keuangan yang tepat dapat membuat individu lebih cermat dalam mengelola keuangan dan mampu memilah pembelian barang atau jasa yang dibutuhkan," kata Prita.
 
Dia menyebut dalam manajemen keuangan anak muda bisa menggunakan sistem pemisahan rekening. Misalnya, pos biaya hidup (50% persen) gunakan rekening tabungan, pos saving (30 persen) gunakan rekening investasi, dan pos gaya hidup (20 persen) gunakan dompet digital.
 
"Dengan begitu, keuangan lebih terkontrol dan perilaku konsumtif generasi mudah dapat menurun,” ujar Prita yang juga CEO @zapfinance.
 
Baca juga: Hasil Survei: Usia Pencari Rumah Bergeser, Anak Muda Mendominasi

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan