Evaluasi ini, kata Indra, sangat penting, karena program-program sebelumnya terbukti tidak mengarah kepada perbaikan mutu pendidikan. Salah satu buktinya sangat terlihat di tengah pandemi ini, tidak hanya guru, seluruh sarana prasarana dan fasilitas pendidikan gagap menerapkan pembelajaran jarak jauh.
“Pandemi ini menunjukkan betapa buruknya kualitas pendidikan kita, betapa guru-guru kita tidak mampu mendidik anak dengan baik. Apalagi era digital ini semuanya gagap, itu adalah PR besar,” ungkap Indra kepada Medcom.id, Jakarta, Sabtu, 2 Mei 2020.
Baca juga: Hardiknas, Pandemi Jadi Momentum Kebangkitan Guru Milenial
Indra menyebut, untuk melakukan evaluasi ini membutuhkan komitmen semua pihak. Apalagi Presiden Joko Widodo mempunyai misi besar mewujudkan SDM unggul yang sumber utamanya dari pendidikan.
Ia pun mengaku sangsi, jika upaya peningkatan mutu pendidikan tidak dilakukan serius, maka pendidikan yang selama 20 tahun jalan di tempat ini akan semakin tertinggal jauh dengan negara-negara lain. Apalagi di era Jokowi Angka Partisipasi Murni (APM) hanya naik satu persen.
“Ini juga penting, segera buat cetak biru, karena sekarang itu 20 tahun terakhir tidak ada panduan. Berjalan sendiri-sendiri tidak ada evaluasi. Semua program harus dievaluasi, karena bisa jadi ada yang tidak sesuai lagi dan ini menjadi masalah besar kita. Era kedua pak Jokowi harus segera diperbaiki kalau enggak kita semakin terpuruk,” ungkapnya.
Beberapa permasalahan yang ada di Indonesia, kata Indra, yang juga harus diperbaiki adalah akses pendidikan. Menurutnya, saat ini 40 persen anak usia SMA tidak sekolah, kemudian anak usia SMP 30 persen juga tidak sekolah.
“Tapi yang menjadi catatan di era Pak Jokowi adalah peningkatan APM yang hanya 1 persen, berarti anggaran naik terus tetapi tidak ada peningkatannya jadi boros,” jelasnya.
Berikutnya adalah kualitas pendidik. Ia mengungkapkan, meski tidak semua, namun masih ada pendidik yang tidak punya minat dan bakat untuk menjadi pendidik.
“Profesi pendidik untuk sekadar hidup, kerja saja. Padahal kita butuh orang yang berkompetensi di bidang ini,” tegasnya.
Berikutnya, adanya pergeseran dari pendidikan yang dasar pilarnya adalah belajar caranya belajar, menjadi belajar ke materi, mata pelajaran. Di Indonesia memiliki sampai 15 mata pelajaran, sementara di negara lain hanya sekitar enam tetapi kualitas jauh lebih baik.
Selanjutnya adalah evaluasi koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Diharapkan ke depan dapat lebih saling berkolaborasi untuk pendidikan. "Koordinasi dan kolaborasi, siapa yang bertanggung jawab," terangnya.
Terakhir adalah peran masyarakat dan pihak swasta dalam membangun SDM masih belum dirangkul. Menurutnya peran swasta ini penting untuk menyokong pendidikan Indonesia, karena pembiayaan pendidikan tidak dapat hanya bergantung pada APBN saja.
“Makanya harus ada bantuan swasta di sini, itu belum jelas aturannya tidak membutuhkan pihak swasta terutama pihak daerah,” kata Indra
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News