"Ini cukup mengejutkan kami. Dari 13 Maret hingga 20 April kemarin kami menerima 1.700 respons dari guru maupun siswa terkait PJJ, mereka mengaku kesulitan," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti dalam Konferensi Video, Senin, 27 April 2020.
Pengaduan dimulai dari jenjang Taman Kanak-Kanak (TK) hingga jenjang SMA/SMK sederajat. Dari keseluruhan pelapor, persoalan di jenjang SMA sangat mendominasi.
"Jenjang SMA sebanyak 50,4 persen, SMK 19,5 persen, MA sebanyak 9,8 persen. Selanjutnya jenjang SMP sebanyak 13,4 persen dan MTS hanya 1,2 persen," lanjut Retno.
Sementara itu pada jenjang SD ditemukan 4,5 persen dan TK sebanyak 1,2 persen kasus. Retno menyampaikan, survei ini dilakukannya untuk mengetahui persepsi siswa tentang pelaksanaan PJJ.
Baca juga: Persatuan Guru NU: Ruh Merdeka Belajar adalah Kemandirian
Kesulitan didominasi oleh keterbatasan alat seperti laptop dan gawai. Kemudian, masalah ekonomi keluarga juga menjadi masalah utama.
"Yang akhirnya mereka tidak bisa membeli paket internet menjadi kendala yang juga muncul di kalangan siswa juga guru," lanjutnya.
Berbanding lurus dengan catatan tersebut, ditemukan 38 persen pekerjaan orang tua siswa merupakan pekerja harian. Pekerja upah harian ini di antaranya supir ojek online (ojol).
"Kelompok ini kalau tidak kerja sehari maka tidak ada pemasukan. Urutan kedua adalah pekerja bulanan sebanyak 22,4 persen," terangnya.
Dalam catatan KPAI, dari 1700 responden terdapat 67,9 persen di antaranya siswa perempuan dan 32,1 persen adalah laki-laki. Aduan berasal dari pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan hingga Bali dan Nusa Tenggara Barat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News