"Mengapa harus menghamburkan uang rakyat untuk membeli sesuatu yang sudah dimiliki pemerintah dan digunakan untuk kepentingan bersama tanpa membebani APBN?," ujar Indra dalam keterangannya kepada Medcom.id, Jumat 17 April 2020.
Menurutnya, kemampuan aplikasi Rumah Belajar setara dengan aplikasi serupa Ruangguru, Zenius, Quipper dan lain sebagainya. Dari sisi kapasitas server bahkan "Rumah Belajar" mampu menampung hingga 50 juta siswa belajar.
Indra mengaku heran, terlebih konten yang ditawarkan pun ternyata sama. Jika permasalahan konten "Rumah Belajar" tak lengkap dan kurang menarik, sebenarnya Kemendikbud memiliki anggaran untuk membenahinya.
"Kemendikbud punya anggaran Rp70 triliun lebih, sepetinya cukup untuk membuat konten yang bahkan lebih baik daripada yang berbayar," kata dia.
Baca juga: IGI: Dana BOS Kok untuk Bayar Aplikasi Pendidikan Berbayar
Lagi pula menurutnya, aplikasi berbayar itu belum terbukti secara akademik keberhasilannya mendongkrak kompetensi siswa. Belum ada catatan kesuksesan yang menjadi tolok ukur peningkatan kualitas siswa dari aplikasi tersebut.
"Buktinya kemampuan membaca anak Indonesia saja dari tahun 2000 sampai 2018 tidak meningkat. Apakah teknologi dan sistem pembelajarannya diakui atau terakreditasi baik nasional maupun internasional? Ternyata tidak," lanjut Indra.
Baca juga: Revisi Permendikbud Soal BOS Bikin Honorer Cemas
Bahkan yang paling mengecewakan, salah satu aplikasi tersebut malah mendapat kepercayaan sebagai mitra pelatihan Kartu Prakerja. Aplikasi itu juga bakal mendapat bantuan dari APBN.
"Jujur menurut saya ini adalah perbuatan yang sangat jahat," tandasnya.
Untuk itu, dia berharap, agar apa yang sudah dimiliki Kemendikbud, bisa dimanfaatkan dengan baik. Langkah paling tepat saat ini adalah mengembangkan, mengoptimalisasi dan percaya pada "Rumah Belajar" yang jelas bisa diakses secara gratis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News