“Ini yang pertama kali USK menganugerahkan tokoh perdamaian. Mudah-mudahan apa yang kami anugerahkan dan wali menerimanya, menjadi contoh bagi kita semua. Agar kita, khususnya orang Aceh menjaga perdamaian,” kata Rektor USK, Samsul Rizal, Jumat, 11 Februari 2022.
Menurutnya, hari tersebut terasa sangat istimewa bagi USK karena sejarah penganugerahan tokoh perdamaian. Terlebih, bagi Samsul Rizal menjadi kali terakhir dirinya menghadiri wisuda mahasiwa USK sebagai seorang rektor.
Akhir bulan Februari ini, masa tugasnya akan berakhir dan akan digantikan Rektor USK yang baru, Prof. Dr. Ir. Marwan.
Rektor USK berharap, Wali Nanggroe bisa menjadi pemersatu bagi segenap lapisan masyarakat Aceh, tanpa terkecuali. Samsul mengatakan, setiap orang Aceh boleh berbeda warna dalam hal apapun, tapi ketika bicara pembagunan dan masa depan, semuanya harus bersatu padu.
Tantangan bersama dalam mengisi perdamaian Aceh adalah bagaimana Aceh mengelola Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki. Potensi besar yang ada, akan sia-sia jika tidak bisa dimanfaatkan sebaik mungkin, demi kemaslahat bersama.
Sebagai provinsi yang memiliki uang banyak, melalui dana otonomi khusus, seharusnya Aceh bisa berbuat lebih. Perdamaian yang telah ada, merupakan anugerah Allah SWT yang harus dijaga.
“Anugerah ini diberikan dengan harapan perdamaian Aceh abadi, meskipun kita tak pernah tahu takdir Allah ke depannya. Tapi kita berdoa, supaya anak cucu kita bisa melihat dan merasakan perdamaian ini dengan kemakmuran dan kesejahteraan,” tutur Rektor.
Senada dengan itu, di kesempatan yang sama, Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Al-Haythar mengatakan, bahwa tujuan berdamai adalah mendapatkan kemakmuran dan kesejahteraan untuk Aceh. Tetapi sayangnya apa yang kita harapkan untuk Aceh, belum tercapai.
Baca juga: Rumah di Palestina Hancur, Mohammad Tak Patah Arang Kuliah dan Magang Kampus Merdeka
Wali Nanggroe berpesan, orang Aceh harus sadar, terutama kepada pemuda-pemudi Bangsa Aceh, untuk punya pandangan ke depan. Mereka harus mengerti di mana kepentengingan Aceh dalam NKRI sebagaimana perjanjian yang telah ditandatangani kedua belah pihak (MoU Helsingki).
“Aceh bukan hanya milik sebagian golongan, inilah yang disebut dengan national interest of Aceh yang harus terus kita perjuangkan dan pertahankan. Kita telah memutuskan berdamai dengan RI, maka perdamaian ini harus berani kita jaga untuk terus kita perjuangkan, sampai terciptanyan kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Aceh,” kata Malik Mahmud Al-Haythar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News