Lia merupakan guru Bahasa Inggris SDN Sawunggaling 1/382 Wonokromo, Surabaya, Jawa Timur. Lia juga rupanya jadi salah satu hakim garis cabang olahraga bulu tangkis di Olimpiade Tokyo yang baru saja usai.
Lia diketahui mengantongi sertifikat wasit Badminton World Federation (BWF). Ia jadi satu dari dua wasit asal Indonesia yang punya lisensi pengadil olahraga bulu tangkis kelas dunia tersebut. Satu lagi dipegang Wahyana, guru SMPN 4 Patuk Gunungkidul, Yogyakarta.
Lia memulai karir sebagai guru honorer di sekolah dekat rumahnya. Suatu ketika, Lia mendapat dorongan dari salah satu guru olahraga di sekolahnya untuk menjadi wasit bulu tangkis.
"Awalnya saya enggak mau, saya enggak tahu, pegang raket saja saya diketawain, enggak bisa saya badminton itu enggak pintar. Saya diajari, dikasih bukunya, waktu itu saya enggak baca," cerita Lia dalam siaran langsung Instagram @dirjen.gtk, dikutip Selasa, 10 Agustus 2021.
Baca: Jalan Panjang Wahyana Menjadi Wasit Bulu Tangkis Kelas Dunia
Namun, pada satu kesempatan, guru olahraga tersebut kembali mengajak Lia untuk menemaninya mengajar bulu tangkis. Lia pun diminta menjadi hakim garis, dengan iming-iming akan dapat tambahan 'uang jajan'.
"Kejadian itu berlanjut sampai jadi wasit di turnamen. Lalu oleh koordinator wasit di Surabaya mengajarkan ke kami ini, diikutkan penataran, lalu diikutkan ujian wasit tingkat provinsi, lalu lulus," ungkapnya.
Mulanya, Lia mengaku selalu kewalahan mengawasi jalannya pertandingan tepok bulu. Ia kerap mendapat protes dari pemain ketika menjadi hakim garis. "Pemain marah-marah sampai diteriaki 'ini wasit lulusan mana, harus sekolah wasit lagi ini'," tuturnya sembari tertawa.
Namun, hal tersebut justru membuat Lia semakin tertantang untuk mendalami dunia 'perwasitan'. Suaminya pun mendukung untuk terus mengembangkan karir sebagai wasit badminton.
"Saya masih ingat sekali tahun 2003 tiga bulan setelah melahirkan berangkat ujian Nasional B ke Bali, dan Alhamdulillah lulus. Saat itu benar-benar mental ya, karena kembali menjadi wasit setelah cuti hamil," ujarnya.
Lia terus menempa diri. Seluruh tawaran menjadi wasit di tingkatan apapun tak pernah ditolak. Bahkan, dia juga pernah menerima tawaran menjadi wasit Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) tingkat SD.
Singkat cerita, pada 2005, Lia dikirim untuk ikut ujian nasional sertifikasi wasit jenis A di Jakarta Indonesia Open 2005. Ia lulus dan masuk peringkat tiga teratas. Kemudian, Lia mendapat kesempatan menjalani proses sertifikasi wasit ke tingkat Asia. Ia lolos dan kembali mengikuti ujian lisensi wasit BWF.
"Saya lulus dapat sertifikat (BWF) di 2017. Dan ketika Olimpiade 2020 saya kaget, kok dipanggil tugas, padahal baru lulus, ternyata untuk memenuhi gender equity itu, Indonesia dipercaya dan itu rezeki," ungkapnya.
Baca: Guru Olahraga Asal Gunungkidul Pimpin Laga Final Badminton Olimpiade Tokyo
Lia berharap apa yang dicapainya saat ini bisa menjadi penyemangat bagi para guru SD lainnya. Ia juga berharap para guru tetap semangat mengajar anak didik di tengah situasi pandemi. Menurut dia, dalam kondisi saat ini, guru berperan penting membangun karakter siswa pembelajar.
"Karena saya pikir saya pondasi itu paling penting ya di SD tadi. Kalau mereka sudah suka belajar dari usia dini, guru SMP, SMA akan gampang, tapi kalau di SD kurang kuat pondasinya, maka semudah apapun mereka akan susah lari," ujar dia.
Lia juga turut berpesan kepada anak didiknya agar lebih tekun belajar Bahasa Inggris. Menurut dia, penguasaan Bahasa Inggris bisa menjadi modal penting bagi siswa menggapai prestasi gemilang.
"Saya ingin seluruh siswa-siswi di seluruh Indonesia mampu berbahasa Inggris, tidak gaptek (gagap teknologi), kemudian percaya diri harus dibangun dari sekarang, entah siapa pun yang dihadapi," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News