Memang sejak S1 dia telah mendalami segala hal yang berbau Tiongkok. Mulai dari hubungan kerja sama Tiongkok di Timur tengah, hingga mengakhiri disertasi S3-nya yang membahas peran Tiongkok di Indonesia. Itulah modalnya melamar dosen di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
"Sampai ngajar juga di UII itu Hubungan Internasional tapi mata kuliah yang saya ampu Timur Tengah dan Tiongkok," sebutnya.
Kini Fikar di Tanah Air bukan lagi sebagai bahan bully-an. Dia telah berubah menjadi seorang yang digugu dan ditiru. Jalan tak mudah masa lalu tak membuatnya patah arang. Fikar adalah sosok yang terus berupaya ditengah keterbatasan dan halang rintang kehidupan.
"Intinya selalu mencari jalan keluar, jangan kita cuma bisa mengeluh. Ketika lampu padam, jangan mengeluh. Cobalah menyalakan lilin," tuturnya.
Pulang ke Indonesia, bagi dia bukan sekadar memboyong ilmu dan membagikannya. Tujuan mulia turut dirancangnya. Fikar mencoba menyelamatkan anak bangsa yang kini berada di posisinya berapa tahun yang lalu.
"Saya punya mimpi ingin memperjuangkan teman-teman yang juga difabel untuk mencapai kesuksesan yang sama dengan yang saya dapatkan. Saya sekarang mendirikan Sekolahbilitas, organisasi yang bergerak di bidang pendidikan untuk teman-teman disabilitas. Dengan Sekolahbilitas, saya mau bantu teman berkebutuhan khusus agar bisa mendapatkan akses pendidikan yang layak untuk mendapatkan mimpi yang mereka inginkan," tutup pria yang ingin menjadi guru besar itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News