Stanggy bercita-cita kuliah di kampus UGM sejak duduk di bangku SMP. Dia selalu menjadi anak berprestasi dengan mendapatkan juara kelas selama tiga tahun. Hal ini membuatnya percaya diri bisa diterima di UGM.
“Selama SMA di SMAN 4 Jayapura, saya aktif mengikuti berbagai perlombaan, seperti tilawah Al-Qur’an, OSN Informatika, lomba jurnalistik FLS2N, lomba pidato, lomba teknologi, bahkan beberapa sudah pernah tembus hingga provinsi,” cerita Stanggy dikutip dari laman ugm.ac.id, Kamis, 31 Juli 2025.
Dia mengenang saat pengumuman Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), keluarganya berkumpul di rumah kos. Stanggy menunggu Ibunya pulang dari kerja sebelum membuka pengumuman. Sang Ibu selama menuju hari pengumuman selalu mendoakan dan berpuasa.
“Ketika Ibu sampai rumah, kita shalat berjamaah lalu membuka pengumumannya bersama. Ketika dibuka dan lulus, Ibu langsung menangis dan peluk saya,” kenang Stanggy.
Meski begitu, kekhawatiran datang mengingat keadaan ekonomi keluarga terbatas. Ayahnya, Nuryanto, merantau ke Papua setelah diajak oleh adiknya.
Di Kota Abepura, Nuryanto mulai bekerja sebagai buruh bangunan sejak tahun 2018, setelah berhenti dari pekerjaan lamanya sebagai anak buah kapal ikan di Denpasar, Bali. Sementara itu, istrinya berjualan nasi kuning dan nasi pecel di pinggir jalan menggunakan gerobak.
“Awalnya saya sempat bilang ke Stanggy untuk ganti jurusan, tapi ternyata memang dia sukanya kedokteran. Ketika tahu Stanggy lulus di UGM, awalnya nggak nyangka sekali, dan saya sangat amat bersyukur,” ujar dia.
Baca juga: Kisah Putri Papua Erlina: Wujudkan Mimpi Kuliah di UGM, Masuk FK Gratis |
Gaji sebagai buruh bangunan tergantung tawaran mandor proyek sehingga penghasilannya tak menentu. Nuryanto mengaku sempat memikirkan membiayai kuliah anaknya.
Tak ingin membebani kedua orang tuanya, Stanggy kemudian mencari-cari informasi untuk keringanan biaya UKT dan beasiswa. Dia berhasil mendapatkan subsidi UKT 50% dari UGM serta mendapatkan Beasiswa ADik.
Motivasi Stanggy menjadi dokter tumbuh dari pengalaman pribadi. Ia sering menyaksikan keterbatasan akses layanan kesehatan di sekitar tempat tinggalnya. Ia juga mengenal sosok inspiratif salah satu dokter senior alumni UGM, dokter Sudanto, di Abepura.
Dokter Sudanto dikenal sebagai ‘Dokter 2000’ karena sering membantu warga tidak mampu di kawasan tempat tinggal mereka. Dalam praktiknya, ia hanya mengenakan tarif murah. Tidak jarang, pasiennya datang dari luar Abepura bahkan kota lain.
“Mudah-mudahan anakku bisa membantu orang-orang seperti dokter Sudanto itu. Kalau jadi dokter harus begitu, bantu yang orang-orang yang tidak mampu,” harap sang Ibu.
Stanggy mengatakan diterima di FK-KMK UGM merupakan buah dari kerja keras dan ketekunannya selama bersekolah. Keinginannya menjadi dokter telah tertanam sejak kecil.
Hal itu terus menguatkannya bertahan dan mengejar cita-cita, meski berasal dari daerah 3T dan bersaing dengan ribuan siswa dari seluruh Indonesia. “Ayah juga berpesan kalau nanti sudah jadi dokter, harus berguna bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Saya juga berharap nantinya supaya bisa membantu banyak orang,” ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id