Erlin adalah anak tunggal dari pasangan Albertus Dominikus Dei, 48, dan Fereonika Sa, 40. Ayahnya sehari-hari bekerja sebagai buruh harian di sebuah perusahaan sawit, sedangkan ibunya merupakan ibu rumah tangga.
Karena pekerjaan sang Ayah, ibunya ikut menemani dan tinggal di lokasi kerja yang berada di Distrik Wasur yang berjarak 66 kilometer dari Kota Merauke, tempat tinggal Erlina. Selama ini, dia tinggal menumpang di rumah sanak famili di kota Merauke untuk melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Merauke.
“Ibu ikut menemani Ayah di Wasur karena Ayah ada sakit jadi memang harus ditemani. Ayah punya darah tinggi, dan memang harus ada Ibu untuk menyiapkan makan, dan lain-lain, ” kata Erlina dikutip dari laman ugm.ac.id, Selasa, 22 Juli 2025.
Kondisi ini membuat Erlin harus menjalani hari-hari sekolah mandiri lantaran kedua orang tuanya hanya kembali ke Merauke saat ada waktu luang saja. Tak cuma berjuang secara akademik, ia juga belajar mengelola tanggung jawab sebagai remaja yang menjalani pendidikan jauh dari orang tua.
Namun, Erlin selalu memegang prinsip dari kedua orang tuanya untuk tetap kuat dan berjuang. “Karena saya anak satu-satunya, orang tua saya selalu bilang, kalau kamu bisa berdiri di kakimu sendiri, pertahankan itu. Karena nanti, kalau bukan diri sendiri yang berjuang, siapa lagi?” kata Erlin menirukan pesan ayahnya .
Keinginan Erlin menjadi dokter bukan sekadar pilihan profesi. Cita-cita itu tumbuh dari pengalamannya di masa kecil yang membekas kuat dalam ingatannya.
Dia dibesarkan oleh neneknya hingga usia tiga tahun. Ketika sang nenek divonis mengidap tumor ganas, ia tidak mendapat perawatan yang maksimal karena faktor biaya.
Baca juga: Cerita Nyndha, Anak Penjual Soto yang Prestasinya di Dalam dan Luar Kelas Diterima Kuliah Gratis di UGM |
Sebelum meninggal, kata Erlin, neneknya berpesan kepada orang tuanya agar Erlin disekolahkan tinggi-tinggi supaya bisa menjadi dokter dan membantu orang lain, bahkan jika mereka tidak mampu membayar. Sejak saat itu, Erlin selalu berusaha penuh mencapai impiannya menjadi dokter.
Bukan hanya sebagai bentuk balas budi pada neneknya, tetapi juga sebagai panggilan untuk mengabdi kepada masyarakat yang termarginalkan. Terlebih, Erlin menjadi satu-satunya yang berkuliah di UGM di keluarganya.
“Harapan ini sudah selalu saya tanamkan sejak kelas 5 SD. Bahkan ketika nama Universitas Gadjah Mada pertama kali saya temukan dalam buku tema saya saat SD. Siapa sangka saya sekarang benar-benar berkuliah di FK-KMK UGM,” ujar Erlin.
Erlin mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP). Hari pengumuman menjadi salah satu momen paling menegangkan dalam hidupnya.
Banyak temannya sudah membagikan kabar mereka tidak lolos. Erlin sempat kehilangan percaya diri dan sudah meminta maaf kepada orang tuanya karena takut gagal.
“Saya bilang ke Mama dan Bapak, ‘Maaf kalau saya tidak lolos.’ Karena saya tahu saingan di FK-KMK UGM sangat berat, dan kami tidak sanggup ikut jalur mandiri. Setelah membuka, rasanya seperti mimpi yang jadi nyata. Bahkan tekanan darah ayah saya yang sempat 200/190 langsung turun menjadi normal saat mendengar kabar itu. Kami semua sangat bersyukur,” ujar dia.
Di tengah kondisi hidup yang penuh tantangan, Erlin menunjukkan prestasi akademik yang luar biasa. Ia selalu masuk peringkat 1 atau 2 besar selama tiga tahun di SMA. Nilai-nilai terbaiknya berada di Biologi, Matematika, dan Agama, semuanya dengan nilai di atas 90.
Selain itu, Erlin juga aktif mengikuti berbagai lomba dan kegiatan organisasi, terutama Pramuka. Beberapa prestasi yang pernah ia raih antara lain: Peraih Medali Emas dalam Cendekia Pelajar Indonesia Bidang Studi Kedokteran SMA, Juara 2 Lomba Baca dan Cipta Puisi, Juara 3 Lomba Pidato Kebangsaan oleh LPP RRI Merauke, Juara Lomba Debat Bahasa Indonesia tingkat nasional oleh Pusat Prestasi Nasional mewakili Papua di Tangerang, dan Juara 1 lomba pengucapan sumpah pemuda dan juara 3 lomba pidato dalam kegiatan Pramuka.
Erlin mengaku uang saku yang didapatkan dari orang tuanya tak menentu, terlebih ia harus bisa membaginya karena tinggal sendiri. Untungnya, dengan kejuaraan yang ia dapatkan, biaya sekolah Erlin sudah ditanggung oleh pihak sekolah.
Baca juga: UGM Kejutkan 4 Mahasiswa Baru dengan Bantuan Laptop hingga Uang Tunai |
Saat ini, Erlin juga menjadi salah satu mahasiswa baru yang mendapatkan beasiswa 100% UKT dari UGM. “Kami sangat bersyukur karena beasiswa ini meringankan beban keluarga kami. Penghasilan ayah saya sebagai buruh hanya sekitar dua juta per bulan, itu pun tidak tetap. Tanpa beasiswa, rasanya sangat berat untuk bisa kuliah di luar Papua. Jadi saya sangat berterima kasih kepada UGM telah memberikan kesempatan untuk saya berkuliah gratis di UGM,” ujar dia.
Sang ibu, Fereonika Sa, mengaku sangat senang anak semata wayangnya diterima masuk UGM dengan subsidi UKT 100 persen. Apalagi, kuliah di salah satu prodi yang sudah diimpikannya sejak kecil.
“Saya berharap dengan semua yang anak saya dapat dari UGM ini boleh menjadi bekal dia kedepannya untuk menjadi seorang dokter yang bertanggung jawab terhadap seluruh tugas-tugasnya dengan sepenuh hati,” kata dia.
Sang Ayah, Albertus Dominikus Dei, menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada UGM yang telah memberikan kesempatan bagi anaknya diterima kuliah gratis. “Terima kasih telah membantu meringankan beban orang tua dengan tidak ada biaya masuk dan biaya pungutan. Kami tidak dapat membalas semua kebaikan ini,” ujarnya.
Saat ini, Erlin sedang mempersiapkan diri menyambut masa perkuliahan yang segera dimulai. Ia menyadari tantangan baru akan datang, mulai dari adaptasi sosial hingga tuntutan akademik di kampus.
Namun, semangatnya tidak surut. Ia percaya hal ini merupakan langkah awal baginya menjadi dokter seperti yang diimpikan neneknya dahulu. Ia ingin menjadi seseorang yang bermanfaat bagi banyak orang, terutama bagi mereka yang tidak mampu untuk bisa mendapatkan hak yang sama.
Erlin juga menyampaikan pesan kepada siapa saja yang sedang berjuang meraih mimpi, terutama mereka yang berasal dari daerah terpencil atau keluarga dengan keterbatasan ekonomi. Baginya, mimpi bukan sesuatu yang hanya dimiliki oleh mereka yang tinggal di kota besar atau berasal dari keluarga berada.
Mimpi adalah hak semua orang, dan dapat diperjuangkan siapa saja, selama ada kemauan, kerja keras, dan keyakinan. “Jangan pernah takut untuk bermimpi dan mengejar pendidikan tinggi. Tidak ada yang mustahil jika tujuan kita baik dan tulus. Tuhan pasti membuka jalan,” pesan dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News