Karina terlahir prematur dengan ketidaksempurnaan pada indra penglihatan. Namun, dorongan dan motivasi kedua orang tua, khususnya sang ayah yang merupakan seniman membuat Karina terus berjuang membalikkan persepsi lingkungan terhadap dirinya.
"Ayah saya sejak kecil melatih saya agar terbiasa dengan keterbatasan saya. Ayo Karin, cari bapak. Karin memang agak kesulitan melihat, tetapi pendengaran kamu masih ada, ayo cari bapak. Itu yang sering diucapkan ayah saya," kenang Karin yang juga anggota Komunitas Low Vision New Generation, Jumat, 8 April 2022.
Karin menyebut kedua orangtuanya menyadari putrinya berbeda dengan anak seusia. Tetapi terus memotivasi untuk menunjukkan kepada orang lain Karina bisa melakukan kegiatan layaknya orang normal.
Kedua orangtuanya tidak menyekolahkan Karina di sekolah khusus, tetapi di sekolah umum layaknya siswa lain. Sejak TK, SDIT, SMP, hingga SMSR (Sekolah Menengah Seni Rupa), Karina mampu menunjukkan kepada orang lain ia mampu dengan nilai-nilai yang bagus. Namun, ia mengakui saat di SMSR menjadi periode terberat karena pandangan salah satu kaprodi yang membuatnya depresi.
"Saya sempat dipanggil menemui Ketua program studi (kaprodi). Saya ditanya. Kamu dulu yang terima kamu sekolah di sini siapa? Saya katakan kaprodi DKV. Dia kemudian mengatakan kalau dia seharusnya yang melakukan tes saat penerimaan saya. Dan jika saat itu dia (kaprodi) yang menguji, saya tidak akan diterima di SMSR. Itu menjadi pengalaman pahit saya dan menjadi pukulan yang sangat berat hingga saya depresi berat," ungkap Karina.
Namun, dengan dukungan orang tuanya, ia mampu melalui periode itu dan lulus dengan nilai baik hingga diterima di Institut Seni Indonesia Yogyakarta pada gelombang pertama. Pengalaman buruknya di SMSR membuat Karina minder, tetapi perlakuan yang sangat berbeda ia dapatkan saat di bangku kuliah di ISI.
Dosennya justru mendukungnya dan meminta agar Karina membungkam pandangan miring akan disabilitasnya dengan karya-karya. "Dosen saya berkata lalu kenapa kalau kamu punya disabilitas? Yang penting di sini ialah hasil karya, tidak peduli bagaimana kondisi kamu. Buktikan ke masyarakat kalau kamu bisa. Karya kamu bagus kok, kalau tidak bagus untuk apa saya terima," kata perempuan yang hobi melukis sejak kecil itu.
Setelah menyelesaikan kuliah di ISI dengan nilai yang bagus, Karina mencoba peruntungan di Pulau Dewata. Namun, ketidakcocokan dengan lingkungan membuatnya merantau ke Ibu Kota dan diterima di Metro TV.
Karina bekerja di bagian grafis selama 6 bulan dalam proyek pemilu dan sempat ditawarkan proyek lainnya meski akhirnya tidak diambil. Karina kemudian aktif di Komloving hingga pada 2020 mendapat panggilan kerja di MNC Grup setelah menilai positif berbagai karya dan prortofolionya selama ini.
Kini, ia masih berkarier di MNC Grup di bagian grafik promo. Karina mampu membuktikan meski memiliki keterbatasan, namun, hal itu tidak menjadi penghalang untuk meraih cita-cita. Setiap orang memiliki kesempatan untuk menggapai impiannya meski dalam keterbatasan.
Baca: Tuli, Tak Bikin Dhani Mahasiswa Unpad Surut Kejar Mimpi Jadi Penemu
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News