Jakarta: Hamdan Zoelva merespons polemik gugatan batas minimal umur calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) pada gugatan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pemilu. Mantan Ketua
Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyebut tidak ada dasar konstitusi terkait masalah umur
capres-cawapre).
“Masalah umur capres-cawapres tidak ada standar konstitusinya. Apakah 39, 45, atau berapa, itu kesepakatan politik yang ada di DPR,” kata Hamdan melalui keterangan tertulis, Minggu, 15 Oktober 2023.
Hamdan menjelaskan keputusan di MK bukan atas dasar kesepakatan, tetapi standar norma. Menurut dia, tidak ada standar norma atas penetapan batas minimal umur yang tepat terhadap capres dan
cawapres.
Dia menjelaskan penetapan batas umur calon kontestan pemimpin nasional itu merupakan kesepakatan politik pembentuk undang-undang. Yakni,
DPR dan pemerintah dalam penyusunan bakal beleid.
"Itulah yang biasa disebut open legal policy, terserah pada keputusan politik pembentuk UU. Itu prinsipnya,” ungkap dia.
Hal senada juga disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah. Menurut dia, MK tidak memiliki hak untuk melakukan perubahan terhadap UU.
"Kalaupun MK menerima gugatan ini kan sebetulnya dimulai karena perpanjangan masa jabatan di KPK yang disetujui. Ini yang membuat semua orang latah mengajukan gugatan,” ungkap Dedi.
Menurut dia, MK tak berhak melakukan perubahan batas minimal umur capres dan cawapres. Menurut dia, yang berhak melakukan perubahan tersebut adalah DPR dengan merevisi UU sesuai dengan rekomendasi MK.
"Dengan konsekuensi ini, kalaupun pilpres memungkinan batas usia tidak lagi 40 tahun maka baru bisa dilakukan pada Pilpres 2029. Bukan berlaku di Pilpres 2024,” ungkap dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((ABK))