Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) mengizinkan pemilih menggunakan surat keterangan (suket) untuk mencoblos pada Pemilu 2019. Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menata kembali regulasi menindaklanjuti putusan MK.
"Prinsipnya PKPU (Peraturan KPU) akan menyesuaikan dengan putusan MK," kata Komisioner KPU, Viryan Azis di Gedung KPU, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2019.
Viryan mengatakan implikasi dari putusan MK ini membuat KTP-el bukan satu-satunya dokumen kependudukan yang menjadi dasar bagi warga negara untuk menggunakan hak pilihnya.
Suket yang dapat digunakan untuk memilih adalah yang dikeluarkan oleh direktorat kependudukan dan pencatatan sipil (Disdukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Dikonfirmasi terpisah, Dirjen Dukcapil, Zudan Arief Fakrulloh, menegaskan suket yang dimaksud dalam putusan MK bukan suket yang dikeluarkan oleh perangkat desa.
"Suket itu bukti sudah merekam (KTP-el) ya. Bukan suket keterangan domisili dari kades," jelasnya.
Zudan mengapresiasi putusan MK yang secara tidak langsung mendorong masyarakat untuk merekam data KTP-el untuk dapat mencoblos. Dia menegaskan Dukcapil siap memfasilitasi warga yang ingin melakukan perekaman data.
(Baca juga:
MK Izinkan Pemilih Tanpa KTP-el Nyoblos)
"Kalau mereka datang merekam pasti kita penuhi, jadi saya menjamin setiap orang yang datang ke Dukcapil atau Kecamatan melakukan perekaman ini langsung dapat surat keterangan. Apalagi kalau mau menunggu, bisa langsung dapat KTP-el nya," ujar Zudan.
Mahkamah Konstitusi menerima sebagian uji materi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang diajukan oleh Perludem. Hasilnya, pemilih tanpa KTP-el bisa memberikan hak pilihnya.
"MK menimbang bahwa hak konstitusi warga negara untuk memilih dan dipilih dijamin konstitusi berdasarkan undang-undang maupun konvensi internasional. Untuk itu, ketiadaan KTP-el karena belum tercetak membuat masyarakat tidak bisa memilih bertolak belakang dengan hak tersebut,"
"Maka pembatasan penyimpangan, peniadaan, dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi warga negara," kata Hakim Anggota I Dewa Gede Palguna di gedung Mahkamah Konstitusi, Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis, 28 Maret 2019.
Dewa menambahkan, hak konstitusional tidak boleh dihambat apalagi dihalangi oleh berbagai ketentuan dan prosedur administrasi apa pun. Itu, lanjutnya, sama saja dengan menahan hak masyarakat untuk memilih.
"Mahkamah perlu memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengatur lebih lanjut teknis pelaksanaan penggunaan hak pilih bagi warna negara Indonesia yang tidak terdaftar dalam DPT," ujar Dewa.
Salah satu cara yang bisa mempermudah adalah dengan menunjukkan surat keterangan (suket) perekaman KTP-el. Itu, merupakan yang paling mudah.
(Baca juga:
Pindah Memilih Hanya Berlaku untuk Pilpres)
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((REN))