Jakarta: Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Foekh mengatakan
Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menemukan bukti kuat yang menunjukkan adanya tindakan cawe-cawe yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam
Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Pembuktian yang dibawa pemohon ke persidangan memble alias tak sesuai harapan.
"Mahkamah tidak mendapatkan bukti adanya korelasi antara bentuk cawe-cawe dimaksud dengan potensi perolehan suara salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu Tahun 2024,” kata Daniel, dikutip dari Breaking News dalam sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di
Metro TV, Senin, 22 April 2024.
Mahkamah melihat dalil bahwa Presiden cawe-cawe tidak dijelaskan secara detail oleh para pemohon. Para pemohon juga dinilai tidak menyertakan bukti yang kuat.
"Berbagai alat bukti yang diajukan Pemohon, baik bukti berupa artikel dan rekaman video berita dari media massa memang menunjukkan kegiatan dan pernyataan Presiden yang berkehendak untuk cawe-cawe dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 [vidoe Bukti P-36 dan Bukti P-120),” kata Daniel.
"Namun menurut Mahkamah, tanpa bukti kuat dalam persidangan," sambung dia.
Tak boleh menafsirkan bukti
Menurut Daniel, bukti-bukti para pemohon juga tidak dapat ditafsirkan begitu saja apabila ada kehendak Presiden ikut campur dalam penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) dengan menggunakan cara-cara di luar hukum dan di luar konstitusi.
MK mematahkan dalil Presiden Jokowi mendukung putranya yang juga cawapres dari Prabowo Subianto, Gibran Rakabuming Raka. Hal ini disampaikan hakim konstitusi Daniel Yusmic P Foekh saat membacakan putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024 yang dimohonkan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
Pemohon mendalilkan tindakan Jokowi yang menyetujui dan mendukung Gibran merupakan pelanggaran atas Ketetapan MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Lalu, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan Pasal 282 UU Pemilu.
"Mahkamah berpendapat dalil Pemohon mengenai pelanggaran atas Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998, UU 28/1999, dan Pasal 282 UU Pemilu adalah tidak beralasan menurut hukum,” kata Daniel saat persidangan di Gedung MK, Senin, 22 April 2024.
(Theresia Vania Somawidjaja)Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((UWA))