Jakarta: Potensi kecurangan pada Pemilu 2024 disebut sangat mungkin terjadi. Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio menganalisis potensi tersebut bisa terjadi di tempat perhitungan suara.
"Di Indonesia yang menentukan siapa pemenang Pilpres itu yang menentukan tokoh mana yang akan jadi presiden bukan melulu tentang suara rakyat, tapi juga bergantung pada yang tukang ngitung suara. Nah, yang tukang ngitung itu kan pemerintah, bagian dari penguasa," ujar Hendri pada program Suara Reboan di Metro TV, 8 November 2023.
Hendri menilai kecurigaan rakyat terhadap kecurangan pemilu dapat dimaklumi. Bahkan, kecurigaan punya manfaat baik demi menjaga kejujuran dan keadilan dalam Pemilu 2024.
"Apakah bisa seperti itu? Itu kan kecurigaan rakyat. Dalam demokrasi kita perlu kecurigaan. Supaya apa? Pemilunya lurus. Coba kalau enggak ada yang curiga, kan bablas saja ini. Misalnya kemarin, bagus ini masyarakat sudah mulai curiga, gimana nih kalau ada anak penguasa ikut? Gimana caranya ada anak presiden ikut, tapi pengen pemilunya lurus-lurus saja, netral-netral saja?" ujarnya.
Senada dengan Hendri, Kaukus Aktifis 89 Standarkiaa Latief mengakui kecurangan dalam Pemilu akan selalu terjadi. Bahkan, setiap pelaksanaan pemilu terjadi.
"Kecurangan akan selalu terjadi," ucap Latief.
Selain itu, ia juga membeberkan titik-titik paling krusial kecurangan yang terjadi saat Pemilu. Menurutnya, biasanya terjadi pada tahap awal, yaitu saat perpindahan kotak suara dari PPS ke PPK.
"Titik paling krusial kecurangan terjadi pada tahap awal yaitu pada perpindahan kotak suara dari PPS ke PPK. Itu fase paling krusial," jelasnya.
Ia juga menilai persoalan Pemilu di Indonesia ini bukan hanya tentang perolehan suara terbanyak, tetapi juga berdasarkan siapa yang menghitung suara tersebut. Jika para penghitung suara ditunggangi oleh kubu-kubu tertentu pasti mereka akan melakukan berbagai cara untuk memenangkan paslon tersebut.
"Persoalan pemilu di Indonesia bukan semata-mata memperoleh suara terbanyak tetapi harus dilihat siapa yang menghitung suara. Artinya kecurangan yang merupakan kejahatan pemilu," katanya.
Ia juga mempertanyakan kenapa kotak suara pemilu masih menggunakan kardus atau alumunium, padahal kotak suara seperti itu sangat riskan diganti ataupun ditukar.
"Kenapa pemilu hari ini masih ngoyo menggunakan kotak suara kardus. Jangankan kardus, yang alumunium saja bisa diganti, bisa ditukar," tuturnya.
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera turut angkat bicara mengenai potensi kecurangan di pemilu. Ia memaparkan tiga macam potensi kecurangan yang bisa dilakukan, yakni sebelum hari pelaksanaan, saat hari pelaksanaan, hingga setelah hari pelaksanaan.
"Jadi biasanya kecurangan itu ada tiga. Pra, sebelum pemilihan. Biasanya ini ada intimidasi. Ada carrot and stick, kasih atau pukul gitu pada saat hari H atau pada setelah perhitungan," ujar Mardani.
Namun, cara tersebut dinilai efektif ketika dilakukan di daerah seperti kabupaten. Namun, tidak akan berefek ketika dilakukan di perkotaan.
"Tapi kalau fakta-fakta yang di lapangan, kalau di daerah remot contoh di kabupaten, anak bupati, istri bupati, mantu bupati banyak yang jadi. Tapi kalau wali kota agak susah karena masyarakatnya terdidik," tutur Mardani.
Mardani menilai kecurangan yang biasa dilakukan di perkotaan memiliki perbedaan. Biasanya, potensi kecurangan dilakukan melalui media sosial.
"Kalau di masyarakat perkotaan pandangan saya kita harus mewaspadai sosial media. Sosial media itu kan punya algoritma yang kita enggak tahu. Bisa saja misal pasangan Amin dikecilin, kemungkinan algoritmanya. Jadi enggak menyebar, gitu," kata Mardani.
"Pasangan yang lain dibebasin atau mungkin malah di-push gitu. Jadi kalau bahasa di TikTok FYP terus. Kemarin Bongbong menang jadi Presiden Filipina karena pakai TikTok," ujarnya.
Reaksi Bawaslu
Ramainya kecurigaan publik terhadap kecurangan pemilu ini pun coba ditanggapi Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja. Ia memastikan pihaknya selalu melakukan tindakan jika terlihat adanya kecurangan di pemilu.
"Sudah jelas kemarin misalnya kasus kepala daerah yang dalam Twitter, sudah kami teruskan dan untuk diingatkan kepada yang bersangkutan," ujar Rahmat Bagja.
Kemudian, Rahmat Bagja juga menjelaskan soal ramai Wamendes PDTT Paiman Raharjo yang diduga mengarahkan Aparatur Sipil Negara (ASN) mendukung paslon tertentu. Pada kesempatan itu, ia juga memastikan Bawaslu berupaya menjaga netralitas pemilu, terutama untuk ASN.
"Netralitas ASN jelas ada aturannya. Tapi, pertanyaannya Wamen itu ASN atau bukan? Nah itu harus dijelaskan dulu," ujar Bagja.
"Dalam putusan MK, pejabat negara yang tidak berafiliasi ke partai politik yang dilarang. Yang pejabat negara berafiliasi dengan partai politik itu masih bisa melakukan kampanye dengan catatan harus cuti pada saat kampanye," katanya.
Anda juga dapat berpartisipasi mendorong perubahan yang lebih baik melalui website
https://reboan.id/Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((ROS))