Jakarta:
Mahkamah Konstitusi (MK) dipelesetkan menjadi Mahkamah Keluarga. Pelesetan ini ramai dibagikan di media sosial.
Diduga kuat pelesetan ini berkaitan dengan gugatan batas minimal usia capres dan cawapres yang sedang ditangani MK. Ketua MK Anwar Usman merupakan sosok yang memiliki hubungan keluarga dengan seseorang yang akan diuntungkan jika gugatan tersebut dikabulkan.
Meski bukan pihak yang menggugat batas usia minimal 40 menjadi 35,
Gibran Rakabuming Raka disebut-sebut akan sangat diuntungkan secara langsung. Gibran memiliki hubungan keluarga dengan Anwar Usman.
Ketua MK ini menikahi adik kandung Presiden Joko Widodo (
Jokowi), Idayati. Sementara Gibran merupakan putra sulung Jokowi. Alhasil pelesetan MK menjadi Mahkamah Keluarga tercipta.
Gibran digadang-gadang menjadi bakal cawapres. Sementara usia Gibran masih di bawah 40 tahun. MK akan mengumumkan putusannya pada Senin 16 Oktober 2023.
Sejumlah pihak mengingatkan MK agar tidak mengabulkan gugatan tersebut. Pasalnya batas usia yang diatur dalam
Undang-Undang Pemilu bersifat
open legal policy.
Lalu apa yang dimaksud dengan open legal policy?
Berdasarkan jurnal di situs Jurnal Konstitusi yang ditulis Iwan Satriawan dan Tanto Lailam, konsep
open legal policy merupakan yang relatif baru dan tidak dikenal sebelumnya dalam ilmu hukum. Selama ini hanya dikenal secara terpisah antara legal saja dan policy saja.
Dalam sistem hukum nasional,
open legal policy bisa dimaknai dengan tindakan pembentuk undang-undang dalam menentukan subyek, obyek, perbuatan, peristiwa, dan/atau akibat untuk diatur dalam peraturan perundangundangan. Adapun pembentuk undang-undang di Indonesia, yakni DPR, DPD dan pemerintah.
Sementara MK bukan bagian dari rumpun legislatif dan eksekutif atau pemerintah. MK hanya menguji konstitualitas UU terhadap UUD 1945.
Dalam hal gugatan batas usia capres dan cawapres dinilai sebagai
open legal policy. Hal ini seperti disampaikan Direktur Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (PUSHAN), Oce Madril.
"UUD 1945 tidak mengatur soal angka-angka atau syarat usia sebuah jabatan publik. Berbagai jenis jabatan publik di pemerintahan, persyaratan usianya diatur dalam undang-undang," kata Oce, Kamis, 12 Oktober 2023.
Menurut dia, pemahaman itu mesti diresapi betul oleh hakim konstitusi. Terlebih, gugatan ini tengah menyedot perhatian publik.
"UUD 1945 telah mengatur dalam Pasal 6 ayat (2) bahwa syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wakil presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang," Ujar Oce Madril.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, telah mengatur persyaratan capres/cawapres. Pasal 169 ditentukan bahwa salah satu syaratnya ialah berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.
Menurut Oce, hal itu telah menjelaskan gamblang syarat usia yang ditentukan oleh UU Pemilu. Undang-Undang itu merupakan peraturan delegasi dari Pasal 6 UUD 1945.
Oce juga mengingatkan terkait isu konstitusionalitas persyaratan usia minimum bagi seseorang untuk mencalonkan diri sebagai pejabat publik. Menurut dia, hal itu merupakan kebijakan hukum terbuka (opened legal policy).
"Artinya, penentuan mengenai persyaratan usia minimum bagi pejabat publik merupakan kewenangan sepenuhnya dari pembentuk undang-undang, DPR dan pemerintah, bukan kewenangan MK," ujar Oce.
Oce mengatakan jika MK nekat mengubah syarat ini, maka hal itu melanggar prinsip
open legal policy yang ditegaskan dalam berbagai putusan MK.
"Bahkan lebih jauh, hal tersebut dapat dikatakan melanggar Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 yang telah memerintahkan agar syarat capres/cawapres diatur dalam UU Pemilu," kata dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((DHI))